PEKANBARU, GORIAU.COM - Rapat pleno rekapitulasi perhitungan hasil perolehan suara di tingkat KPU Provinsi Riau sudah memanas sejak dibuka sekitar pukul 08.30 Wib. Saat itu, Yusriandi selaku saksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) langsung mengajukan keberatan terhadap KPU Kampar.

Namun, permintaan keberatan yang disampaikan Yusriandi tidak diterima oleh KPU Riau. "Ketua KPU Riau otoriter dan tidak mengakomodir keberatan yang disampaikan saksi," ujarnya kepada GoRiau.com, Kamis (24/4/2014).

Keberatan Yusriandi berkaitan dengan hasil pleno KPU Kampar. Ia meminta, KPU Kampar untuk membuka kembali D1 Plano. "Supaya, mencocokkan hasil perolehan suara DPR dan DPRD Riau," katanya.

"Bahkan, keberatan kami sudah direkomendasikan oleh Panwaslu, namun hingga saat ini belum juga direalisasikan," tambah Yusriandi.

Dengan tidak diakomodirnya rekomendasi Panwaslu, PKS mencurigai adanya penggelembungan suara di Kecamatan Tapung dan Tapung Hulu. "Ada sekitar 2.600 suara dan itu sangat mempengaruhi total kursi," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Yusriandi, dirinya memilih untuk 'Walk Out' (WO) dan digantikan dengan Iskandar Halim. "Ketua KPU otoriter," katanya.

Untuk selanjutnya, Yusriandi meminta KPU Kampar diproses secara etik dan pidana. Begitu juga dengan PPK Tapung dan Tapung Hulu. "Kalau mereka terbukti melakukan pelanggaran etik, ya harus diberhentikan dengan tidak hormat," pintanya.

"Kalau terbukti melakukan kejahatan Pemilu, ya harus dihukum, supaya demokrasi ini lebih berkualitas." tambahnya.

Penggelembungan suara di Kabupaten Kampar, kata Yusriandi, merupakan upaya merampok hak-hak rakyat. Dimana, orang yang seharusnya duduk tapi tidak duduk. "Mereka itu kan dipilih oleh rakyat," ujarnya.(san)