JAKARTA - Ketua Umum Badan Arbitrasi Olahraga Indonesia (BAORI), Sudirman ikhlas menjadi korban dengan pencopotan jabatannya dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) KONI Pusat di Hotel Sultan Jakarta, Jumat, 23 November 2018. Yang pasti, katanya, BAORI yang menyelesaikan sengketa olahraga selama dipimpinnya sudah berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Saya tidak akan melawan dan tak masalah mandat saya diambil kembali dalam Munaslub sepanjang prosesnya benar. Tetapi, saya sudah menjalankan tupoksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku," katanya.

Maksud sesuai topoksi, jelas Sudirman, BAORI tidak bisa diintervensi dalam segala hal termasuk keputusan dari hasil sidang penyelesaian kasus yang terjadi dalam dunia olahraga. "Yang pasti, BAORI tidak bisa diintervensi dalam mengambil keputusan," tegasnya. Ke depan, kata Sudirman, kasus ini tidak boleh terulang kembali karena ini sudah yang ketiga kalinya. Apalagi, BAORI itu sebagai lembaga independen yang berpihak kepada aturan hukum yang berlaku. "Ke depan, BAORI harus lebih baik sehingga kasus dalam dunia olahraga bisa diselesaikan dan tidak mengganggu pembinaan prestasi olahraga nasional," katanya.

Dijelaskan Sudirman, keberadaan hukum dalam dunia olahraga itu sangat penting. Sebab, konflik olahraga nasional akan banyak terjadi ke depan apalagi olahraga menuju industri. Dalam perspektif ketatanegaraan dan jika dipahami AD/ART KONI sebagai konstitusi olahraga prestasi yang di dalamnya mengatur tiga fungsi kekuasaan (Yudikatif, Legilslatif dan Yudikatif). "Apakah Yudikatif (BAORI) di bawahi oleh eksekutif atau sebaliknya? Di sinilah fungsi check and balances bekerja dalam konteks negara hukum ciri Indonesia," katanya.

"Apakah patut seorang Hakim BAORI sebelum memutus perkara harus bertemu dan melapor ke organisasi atau person yang sedang pihak yang berperkara? BAORI itu punya aturan kode etik sendiri dan harus tunduk dengan kode etik tersebut dan juga kodek etik hakim," tambahnya.

Dia juga mempertanyakan kebenaran Putusan Mahkamah Agung (MA) yang sudah berkekuatan hukum tetap, tapi KONI tidak melaksanakan. Padahal, Menpora sudah mencabut Surat Keputusan (SK) karena patuh pada Putusan MA untuk kasus PSSI. "Jangan pemikiran segelintir anggota KONI yang keliru kemudian dijastifikasi seolah-olah benar dengan dalih sosiologi hukum," katanya.

Perlu juga diketahui dan dilihat kembali pasal 88 UU SKN, sengketa olahraga bukan saja olahraga Prestasi yang boleh diselesaikan di Arbitrase tapi juga sengketa olahraga rekreasi/masyarakat dan pendidikan.

"Jangan menggiring dan memberikan masukan ke pak Tono Suratman yang keliru. Kasihan beliau. Justru BAORI sebagai Lembaga Quasi peradilan hadir untuk membantu KONI, Cabor dan stake holder olahraga Prestasi lainnya agar berjalan dalam tatakelola organisasi yang baik," tegasnya.

Untuk itu, kata Sudirman lagi, tidak salah para pendiri KONI dan BAORI pada masa lalu menempatkan BAORI di poissi yang terhornat kemudian dibentuk oleh anggota KONI dan pengurusnya dipilih dalam Musornas. "Kesalahan fatal di AD/ART yang baru dimana BAORI berubah jadi dimiliki oleh KONI dan pimpinan BAORI dipilih oleh Rapat Anggota (Rakernas). Akibatnya, pimpinan BAORI bisa diganti setiap tahun," tanyanya lagi.

"Tidak ada urgensi Musornaslub dilakukan jika alasan hanya pembenahan BAORI. Syarat Musornas atau Musornaslub dilaksanakan jika menyangkut pemilihan/pergantian Ketum KONI, perubahan/pengesahan AD/ART KONI dan/atau pembubaran organisasi KONI atau BAORI. Syaratnya diusulkan oleh 2/3 anggota KONI dengan menyampaikan alasan yang mendasar," tambahnya. ***