JAKARTA - Kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian tentang relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) yang tertuang dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI dinilai mengancam keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah selama ini.

Hal itu disampaikan Bamsoet, sapaan akrabnya dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema "Tunda Relaksasi Pelepasan Daftar Negatif Investasi (DNI), Jokowi Pro UMKM" di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (29/11/2018) kemarin.

Turut hadir sebagai pembicara, Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait dan Ketua Umum HIPMI Bahlil Lahadaila.

"Semua orang tahu Presiden Jokowi pro UMKM. Tapi kalau kebijakan yang diambil oleh menteri-menterinya ini bertentangan dengan keinginan Presiden," tandas legislator Partai Golkar itu.

Bamsoet menuturkan, sikap DPR RI jelas meminta kebijakan tersebut perlu ditinjau kembali atau jika perlu dibatalkan. Hal serupa juga disuarakan KADIN dan HIPMI yang kemudian mendapatkan tanggapan dari Presiden Jokowi dalam Rapimnas KADIN di Solo.

"Ternyata memang kemarin Presiden menyampaikan kepada kita bahwa draf tersebut belum sampai ke mejanya. Artinya, menteri ini mengumumkan sesuatu yang Presiden belum setuju," kata Bamsoet.

Padahal, salah satu cara mendorong terciptanya pembangunan ekonomi yang berkeadilan adalah dengan memperkuat UMKM serta mendorong ekspor nasional dan pembangunan industri yang berdaya saing. Terbukti, kontribusi UMKM pada PDB Indonesia mencapai 60 persen.

"DPR sebagai suara parlemen ingin mengimbau satukan langkah, satukan sikap dalam pemerintahan ini agar kebijakan yang lahir dari istana tidak membuat bingung masyarakat. Kita tidak ingin pemerintah ini gagal, kita ingin pemerintahh ini sukses mensejahterakan masyarakat," tambah Bamsoet.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait mengapresiasi langkah Presiden yang telah mencoret kebijakan relaksasi DIN dari paket kebijakan ekonomi ke-16. Menurutnya, komitmen dan keberpihakan pemerintah terhadap UMKM dalam negeri tak perlu diragukan lagi. 

Bahkan, lanjutnya, Presiden telah melakukan penurunan bunga kredit usaha rakyat (KUR) dari 23 persen menjadi 7 persen, pajak UMKM yang dulunya 1 persen menjadi 0,5 persen. Pemerintah juga mengeluarkan kredit tanpa agunan dari Rp 5 juta menjadi Rp 25 juta. 

Legislator PDI Perjuangan ini pun menyanyangkan visi misi Menteri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang justru bertentangan dengan keinginan pemerintah. “Saya pikir tidak boleh ada lagi ke depan menteri yang tidak satu suara, semoga tidak terjadi lagi di masa mendatang," tandasnya. ***