BANDA ACEH - Seorang pegawai negeri sipil (PNS) lazimnya hanya bisa bekerja di satu pemerintahan daerah (Pemda) pada saat bersamaan. Namun berbeda dengan Said Zakimubarak, tercatat sebagai PNS di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh.

Dikutip dari merdeka.com, akibatnya, Said Zakimubarak didakwa melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima gaji ganda. Pada Senin (3/2), Said disidang sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh.

Sidang dengan majelis hakim diketuai Denny Syahputra. Terdakwa Said hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya Darwis.

Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) Cut Henny Usmayanti menerangkan, Said pada 2005 mengikuti seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pidie, Aceh dan lulus.

Terdakwa pada 2006 juga mendaftar dan mengikuti seleksi CPNS pada Pemerintahan Provinsi Aceh. Terdakwa memalsukan surat pernyataan bukan sebagai PNS atapun sebagai aparatur negara. Terdakwa juga lulus dalam seleksi tersebut.

Setelah lulus sebagai CPNS di pemerintah provinsi, terdakwa mengajukan tugas belajar untuk melanjutkan pendidikan sarjana dari Pemerintah Kabupaten Pidie dan diterima. Padahal syarat tugas belajar minimal PNS dua tahun dan itu belum dipenuhi terdakwa.

Setelah lulus tugas belajar untuk pendidikan S1, terdakwa kembali melanjutkan tugas belajar untuk S2 Keperawatan kepada Pemerintah Kabupaten Pidie. Terdakwa kembali diizinkan melanjutkan pendidikan S2 di Sumatera Utara.

''Terdakwa juga mengajukan izin belajar untuk mengikuti pendidikan S2 dari Pemerintah Aceh. Namun, terdakwa tidak mampu menyelesaikan pendidikan S2. Sedangkan S2 keperawatan berhasil diselesaikan terdakwa,'' kata JPU.

Selama rentang waktu tersebut, kata JPU, terdakwa menerima gaji di dua tempat, yakni Pemerintah Kabupaten Pidie dan Pemerintah Provinsi Aceh. Akibat perbuatan terdakwa, negara dirugikan Rp375,2 juta.

JPU Cut Henny menjerat terdakwa dengan pasal berlapis, yakni primair melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2), Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi.

''Sedangkan subsidair, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a, b, Ayat (2), Ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001,'' kata JPU.

Sidang akan dilanjutkan pada Jumat 7 Februari 2020 dengan agenda mendengarkan eksepsi terdakwa. ***