JAKARTA - Anggota Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Edwin Pratama Putra berharap, sistem Dana Bagi Hasil (DBH) Riau dengan Pemerintah Pusat bisa dikaji ulang. Demikian diungkapkan Edwin, menanggapi soal pengelolaan Blok Rokan yang sudah ditetapkan pengelolaannya kepada PT Pertamina (Persero) mulai 2021 mendatang.

Bahkan soal Blok Rokan tersebut, sudah dibawa oleh Edwin dalam agenda pembahasan program prioritas Komite II DPD RI masa sidang 2019-2020 di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (14/10) lalu. "Melalui Komite II DPD RI saya berharap pengawasan dalam pengelolaan Blok Rokan di Riau betul-betul menjadi urut prioritas kerja baik dari pemerintah," kata Edwin.

Blok Rokan di Riau kata Edwin, merupakan salah satu ladang minyak terbesar di Indonesia. Di mana saat ini masyarakat Riau banyak menggantungkan harapan untuk dapat dilibatkan dalam pengelolaan tersebut.

"Saya berharap DBH Riau dikaji ulang dan saya ingin agar putera daerah tidak hanya sebagai penonton saja. Pengelolaan Blok Rokan harus bisa meberikan manfaat bukan hanya untuk pusat, melainkan untuk Riau itu sendiri," tandasnya, Rabu (16/10/2019).

Mernurut Edwin, operasional Blok rokan sudah dimulai sejak tahun 70an, namun ia memandang Pemda Riau sendiri belum signifikan mendapat dampak positif adanya PT Chevron di Riau.

"Kita akui, ada sedikit pertumbuhan ekonomi, tapi harusnya ada bobot yang lebih besar seperti infrastuktur dll. Kemudian soal DBH rumusnya harus dikaji lagi. Jadi harus ada peran aktif pemerintahan daerah untuk menggarap Blok Rokan," tegasnya.

Terlebih lagi kata Dia, skemanya sekarang ini masih murni dijalanin pihak asing. "Dan kita hanya dapat DBH doang, harusnya kita dapat persen dari hasil produksi. Anggaplah kita dapat 20 persen, dari 20 persen setalah menjadi 100 persen dibagi lagi ke kabupaten dan kota. Tentu porsi terbesar harus diambil daerah yang punya sumur minyaknya," ulasnya.

Kemudian lanjut Edwin, pekerjanya juga harus banyak menggunakan jasa atau pekerja lokal. "Jadi kami dari Anggota DPD dan nanti akan komunikasi dengan Anggota DPR dari Komisi VIII dari Riau untuk melakukan kungker kesana," tandasnya.

Seandianya porsi itu tidak diperjuangkan sekarang ini kata Dia, bisa jadi kesempatan emas ilang. "Kalau tidak sekarang ya harus nunggu lagi tahun 2041 lagi baru bisa. Mumpung sekarang ini masih tahap negoisasi, dan saya yakin pertamina juga tidak mampu mengelola sendiri pasti butuh swasta. Ini yang harus diperjuangkan. Riau ini dapat apa, jangan hanya terima uangnya saja, tapi harus jadi operetor dan terlibat ke Manajemen," pungkasnya.

Sebelumnya, saat kampanye Pilpres 2019 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pengelolaan Blok Rokan yang sudah dikuasai 100 persen oleh PT Pertamina, harus melibatkan daerah.

Bahkan Jokowi ingin orang Riau yang menjadi komisaris Blok Rokan tersebut. Pernyataan itu disampaikan Jokowi saat memberikan pengarahan kepada Tim Kampanye Daerah (TKD) Provinsi Riau di Hotel Prime Park, Sabtu (15/12/2018).

Jokowi menegaskan, Blok Rokan yang selama 90 tahun terkahir ini dikelola oleh perusahaan asing PT Chevron, kini berhasil direbut dan dikelola 100 persen oleh PT Pertamina.

"Blok Rokan sudah dimenangkan 100 persen oleh Pertamina dan nanti daerah harus diberi saham pengelolaan Blok Rokan. Komisaris juga harus diberikan kepada daerah," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, kemungkinan daerah bisa mengelola sebanyak 10 persen saham Blok Rokan tersebut. Dia mengatakan jumlah itu cukup besar untu dikelola oleh daerah. "10 Persen gede banget loh itu," katanya.

Meski demikian, dia mengatakan untuk persoalan teknis biar Menteri BUMN Rini M Soemarno saja yang akan menjelaskan. Baik itu skema maupun pembagian sahamnya. "Biar yang bicara Menteri BUMN," katanya.***