PEKANBARU - Sektor ritel saat ini dianggap sebagian kalangan tengah mengalami kelesuan karena banyak gerai yang mulai tutup dan pusat perbelanjaan mulai sepi pengunjung. Akan tetapi, Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Riau menganalisa tutupnya sejumlah ritel tersebut bukan lah disebabkan oleh melemahnya daya beli masyarakat, melainkan berubahnya pola transaksi dari tunai ke non tunai. 

Kepala BI Perwakilan Riau, Siti Astiyah menguraikan, bahwa sepanjang Januari 2017 total transaksi kartu debit sebanyak Rp483 triliun dan diperkirakan angka itu naik pada Oktober 2017 ini menjadi Rp500 triliun.

"Semua transaksi ini tentunya tidak semua terkait dengan e-commerce. Ini data secara nasional, karena kita memang belum punya data lokal khusus di Riau terkait itu," ungkapnya kepada GoRiau.com di Pekanbaru, Senin (30/10/2017). 

Bahkan, menurutnya, transaksi masyarakat menggunakan e-money justru meningkat. Tercatat, selama Januari 2017 ada sekitar 52 juta kartu dan diprediksi akan semakin naik pada Oktober ini menjadi 74 juta kartu. 

"Ini mungkin lebih dekat dengan transaksi belanja e-commerce langsung. Sementara untuk transaksi belanja dengan e-money paling tinggi itu tercatat pada bulan Juni dan Juli karena ada momentum lebaran," urainya. 

Untuk transaksi belanja dengan e-commerce, dalam sebulan saja mencapai Rp1,1 triliun. Sedangkan pada Januari 2018 hanya Rp665,8 miliar. Dan diperkirakan pada Oktober 2017 mencapai Rp876,5 miliar. Artinya Januari sampai Oktober 2017, sudah ada peningkatan yang jumlah yang besar. 

Lebih detail ia menjelaskan, bahwa masyarakat ternyata lebih sering melakukan transaksi secara non tunai ketimbang melakukan transaksi tunai. 

Sementara penggunaan transaksi dengan kartu kredit BI mencatat sejak Januari 2017 sebanyak Rp24,2 triliun, dan Oktober menjadi Rp24,9 triliun. Dengan demikian, dari semua sistem pembayaran menunjukkan adanya angka transaksi yang meningkat. 

"Sehingga dengan ditutupnya beberapa ritel tidak berarti ada penurunan daya beli masyarakat. Tetap nampaknya memang ada peribahan (shifting) karena digital ekonomi," tandasnya. ***