JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, menjelaskan 5 (lima) Visi Presiden Joko Widodo sebagai pijakan selama periode 2019-2024 dan kaitannya dengan bonus demografi.

Visi pembangunan tersebut, kata Tito, berupa pembangunan SDM yang unggul, melanjutkan pembangunan infrastruktur, melakukan penyederhanaan regulasi, penyederhanaan birokrasi atau reformasi birokrasi, serta transformasi ekonomi dari berbasis SDA ke manufaktur dan jasa.

Saat membuka Rakornas Kepala BPSDM Provinsi dan Kepala BKPSDM Kab/Kota Seluruh Indonesia di Auditorium Lantai 4 BPSDM Kemendagri, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (24/02/2020), Tito menjelaskan, visi pembangunan tersebut bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, dan untuk mengantisipasi bonus demografi yang akan dihadapi bangsa Indonesia.

"Kalau kita membaca 5 (Lima) Visi Bapak Presiden, sebetulnya tujuannya 2 (dua) saja. Yang pertama adalah beliau ingin mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5% dengan memperkuat mesin produksi, kemudian untuk mengatisipasi bonus demografi," kata Mendagri Tito.

Mendagri menjelaskan kondisi dan dinamika global yang menuntut setiap negara untuk survive dan mendominasi negara lain dengan cara non-militer, salah satunya melalui instrumen sosial-budaya dan ekonomi.

Maka, lanjut Tito, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, bangsa Indonesia dihadapkan untuk mempersiapkan produksi dan angkatan kerja yang mumpuni.

"Nah ini perang ekonomi lah yang utama, instrumen yang paling penting. Kalau kita bicara ekonomi tidak akan lepas dari produksi, siapa yg mampu membuat mesin produksi yang lebih masif dia akan mendominasi yang lain. Dan kalau bicara produksi pasti akan tidak lepas dari angkatan kerja, dan Indonesia memiliki jumlah penduduk nomor 4 terbesar setelah China, India, dan Amerika. Kita bisa menjadi negara yang potensi yang bisa mendominasi, punya angkatan kerja besar, SDA melimpah," ujar Mendagri Tito.

Meski demikian, kata Tito, pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja yang tinggi tersebut perlu diantisipasi agar tak menjadi bencana demografi. Salah satunya dengan menyiapkan SDM unggul yang terampil agar menjadi bonus demografi yang potensial.

"Kita menghadapi fenomena yang bisa positif, bisa (juga) negatif. Yang disebut dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, sehingga menghasilkan jumlah penduduk angkatan muda yang tinggi yang disebut bonus demografi. Ini akan menjadi peluang untuk kita karena ini bisa menjadi tenaga kerja yang potensial. Pertumbuhan penduduk kita sangat tinggi sekali, tahun ini diperkirakan 263 juta jiwa, ini sekali lagi bisa menjadi potensi untuk memperkuat mesin produksi kita, ekonomi kita," kata Tito.

Di samping itu, pertumbuhan penduduk yang tinggi juga perlu ditopang dengan pendidikan dan gizi yang tercukupi agar menghasilkan SDM unggul. Oleh karenanya, Pemerintah melalui berbagai langkahnya terus berupaya meminimalisasi angka stunting di Indonesia.

“Tetapi di sisi lain kalau seandainya mereka tidak bekerja atau tidak terampil dalam bekerja itu menjadi beban. Bonus demografi bisa menjadi bencana demografi, kalau mereka tidak sehat, stunting, kekerdilan, dikarenakan kurang pasokan gizi di usia dini sejak dalam kandungan. Jadi otomatis badan yang sehat itu modal penting utnuk menciptakan SDM yang berkualitas untuk tenaga kerja yang produktif. Selain itu, tentu pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, pendidikan formal maupun pendidikan yang non formal, pendidikan keterampilan vokasional,” terang Mendagri.

Dengan sejumlah antisiapasi dalam menghadapi bonus demografi, menurut Tito, diharapkan mampu menyiapkan angkatan kerja, di samping menghindari dampak bencana demografi yang dimungkinkan terjadi apabila Pemerintah kurang bisa mengantisipasinya.

"Jangan sampai terjadi bencana demografi, kalau mereka ‘nganggur tidak bekerja maka larinya akan ke gangguan kamtibnas, gangguan sosial, kasus kriminal meningkat, potensi konflik akan meningkat, dan seterusnya. Makanya program Bapak Presiden yang pertama adalah membangun SDM yang unggul, baru yang kedua melanjutkan pembangunan infrastruktur, menyederhanakan regulasi untuk menciptakan lapangan kerja, menyederhanakan birokrasi untuk perizinan lapangan kerja, baru transformasi ekonomi,” kata Mendagri, Tito Karnavian.***