JAKARTA - Maraknya pejabat daerah yang menjadi tersangka dalam OTT KPK, dinilai hanya upaya menarik perhatian publik. Hal ini disampaikan Pengamat politik, Pangi Syarwi Chaniago dalam diskusi Koordintoriat wartawan Parlemen, Selasa (19/9/2017).

Dirinya menilai, Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digencarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangkap Kepala Daerah  tidak terlepas dari syarat untuk menutupi kekurangan lembaga anti rasuah itu sendiri.

Masih kata Pangi, OTT yang dilakukan komisi yang dipimpin Agus Raharjo itu juga merupakan oksigen atau suplemen politik, karena KPK membutuhkan amunisi dukungan publik.

Pangi juga membeberkan, KPK lebih memilih OTT ketimbang mengusut tuntas kasus-kasus besar yang merugikan negara triliunan rupiah. Karena semakin banyak kepala daerah yang kena OTT, semakin besar pula dukungan publik yang diharapkan.

"Ada 36 kepala daerah, bupati atau beberapa orang yang ditetapkan tersangka dengan menggantung karena alat bukti yang masih kurang. Ini yang menjadi problem," ujar Pangi.

Pangi juga meminta kepada kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang selama ini dapat aliran dana untuk membela KPK, harusnya dievaluasi. Sebab masyarakat diberi tontonan dengan puji-pujian dari LSM hanya untuk membela KPK.

“Salah satu contoh misalnya, kasus penyitaan mobil, rumah, dan kasus penyitaan yang lain tidak tahu ujungnya. Ini saya kira pemberantasan korupsi beraroma politik yang perlu dievaluasi,” pungkas Pangi.

Sementara, Wakil Ketua Komisi II, Yandri Susanto, prihatin terhadap kepala daerah yang kena OTT dari KPK. Hal tersebut diharapkan menjadi pembelajaran bagi semua gubernur dan bupati di seluruh Indonesia agar tidak berpolitik uang (money politics).

“Kalau sampai 100 kepala daerah kena OTT, saya bingung, mau ditaruh di mana penjaranya. Apakah penyidik KPK sanggup, andai penyidik nggak sanggup terus berhenti memberantas korupsi, ini juga jadi masalah,” tutur Yandri.

Untuk itu, beber Yandri, guna menghindar dari OTT tersebut, dibutuhkan komitmen semua anak bangsa, terutama rakyat, pengusaha, dan para politisi untuk sama-sama sadar bahwa korupsi adalah musuh bersama.

“Harus satu napas, politik uang menjadi musuh, saya kira perlahan tapi pasti kita mengarah yang lebih baik,” tutup Yandri. ***