JAKARTA - Praktisi Prodi Kajian Terorisme Sekolah kajian Stratejik & Global UI, Dr. Can. Sapto Priyanto mengemukakan, penting bagi negara untuk memahami latar belakang dan sebab seseorang menjadi pelaku teror.

Secara teori, kata Sapto, setidaknya ada 3 alur yang bisa membawa seseorang menjadi pelaku teror. Pertama, proses masyarakat awam bergabung dengan suatu kelompok. Kedua, proses interaksi di dalam kelompok tersebut.

"Ketiga adalah dimana orang tersebut setuju atau menyetujui dengan aksi teror," kata Sapto saat menjadi pembicara diskusi bertajuk 'Paham Kebangsaan untuk Mencegah Terorisme' yang digelar di Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senin (25/11/2019).

"Ini teori Differential Association. Umumnya menjelaskan bagaimana seseorang itu menjadi pelaku kejahatan aksi teror," kata Sapto.

Menurut Sapto, dengan cermat menilai latar belakang tersebut, maka akan ditemukan formulasi penanganan terorisme yang tepat. Karena jelas, latar belakang tindakan-tindakan teror tidaklah sama. Termasuk untuk menentukan, seberapa tepat penggunaan paham kebangsaan untuk meng-counterterorisme.

"Penelitian saya di tahun 2011-2012 mengenai motivasi dan akar terorisme di Indonesia, itu 45,5% motivasi pelaku teror Indonesia adalah ideologis, sisanya ada situasional, ada mengenai kekerasan kolektif, ada juga separatist," ungkap Sapto.

"Jadi, tidak semuanya (ditangani dengan paham kebangsaan, red) karena tidak semuanya tadi masalah ideologis. Terkait kebangsaan, maka intervensinya juga tidak semuanya mululu kebangsaan," kata Sapto.

Meski demikian, menggunakan paham kebangsaan untuk mencegah terorisme tetap diperlukan. Toh, memang hampir separuh pelaku teror berdasarkan penelitian di tahun 2011-2012 itu, memang karena motivasi ideologi.***