JAKARTA - Advokasi Perlindungan data pribadi mendorong pemerintah dan DPR untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi. Hal itu penting dilakukan mengingat maraknya kasus jual-beli data pribadi di media sosial.

"Pemerintah dan DPR harus mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU perlindungan data pribadi," kata Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar dalam konferensi pers di Kedai Tjikini, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2019).

Menurut Wahyudi, percepatan RUU saat ini sangat diperlukan, mengingat besarnya potensi penyalahgunaan data pribadi. Sejauh ini, kata dia, tidak ada rujukan perlindungan hukum yang dapat memberikan jaminan kepastian hukum.

Lebih lanjut, Wahyudi menjelaskan bahwa aturan yang masih menjadi panduan pengelolaan data kependudukan ini yang mengakibatkan rentannya posisi pemilik data.

"Aturan ini juga tidak secara jelas mengatur hak-hak dari pemilik data, sekaligus alasan hukum untuk memproses data pribadi, yang merujuk pada prinsip perlindungan data," jelasnya.

Wahyudi menyebut definisi dan ruang lingkup data pribadi dalam UU Administrasi Kependudukan dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tidak menjawab kebutuhan kehidupan digital saat ini.

"Misalnya, Pasal 1 angka 22 juncto Pasal 48 ayat 1 UU Administrasi Kependudukan menjelaskan definisi data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiannya,"ucapnya.

"Maka, kondisi inilah yang menimbulkan sejumlah permasalahan dalam menjamin perlindungannya, salah satunya ketika data perseorangan tersebut masih digunakan dalam proses validasi perbankan,"imbuhnya.***