JAKARTA - Krisis pangan membayangi negara-negara di dunia. Pemerintah Indonesia juga telah menggelar rapat terbatas (Ratas) akhir Juni lalu di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta.

Ratas yang melibatkan Menko Perekonomian bersama Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Kepala Badan Pangan Nasional, Kepala BNPB, Dirut BULOG serta sejumlah Pimpinan K/L itu membahas berbagai langkah antisipatif.

Baca Juga: Dampak Krisis Global, Harga Pertalite dan Solar Kemungkinan Naik

Baca Juga: Pidato 'Petani Adalah Sokoguru', DPRD Riau Dorong Pemprov Segera Memetakan Wilayah Potensi Sumber Pangan

Beberapa langkah yang akan ditempuh, sebagaimana kurasi GoRiau.com, Senin (4/7/2022) malam, diantaranya; bantuan beras BULOG tahun 2022 untuk 19,14 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan revisi regulasi (Perpres 48 Tahun 2016) untuk penguatan penugasan BULOG. Beberapa ketentuan yang akan diatur antara lain terkait penggunaan CBP (Cadangan Beras Pemerintah), pelepasan stok CBP, kriteria stok beras turun mutu dan penggunaan dana untuk pelepasan stok.

Hal lain yang juga akan dilakukan adalah perpanjangan penugasan BULOG hingga 31 Juli 2022 dalam penyaluran Jagung untuk Peternak Mikro Kecil sebesar 50 ribu ton.

GoRiau Menko Perekonomian bersama Men
Menko Perekonomian bersama Menteri Keuangan, Kepala BNPB, Dirut Bulog dalam suatu kesempatan. (foto: ist/dok.ekongoid)

Baca Juga: Harga Pangan 'Meroket' Jelang Idul Adha, Ini Hasil Pantauan Polda Riau, Cabai Bikin Emak-emak Galau

Baca Juga: Masih Krisis, DPRD Minta Pemko Batalkan Perjalanan ke Luar Negeri

Dibahas juga soal transformasi kebijakan Pupuk Bersubsidi mulai dari refocusing target subsidi menjadi 2 jenis pupuk dan 9 komoditas prioritas strategis, transformasi digital dan revisi beberapa regulasi yang diperlukan.

Soal beras, Indonesia mencatatkan surplus sehingga siap memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga akhir 2024. Bahkan, melakukan ekspor sebanyak 200.000 ribu ton merupakan langkah 'aman' menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Baca Juga: Demi Masa Depan Riau, Hardianto Dorong Pemprov Serius Urusi Ketahanan Pangan

Baca Juga: PPKM Lanjut sampai Akhir Agustus 2021, Indonesia Diramal Bakal Resesi Lagi

Keadaan berbeda terjadi di Philipina. Negara ini masih kesulitan beras dan pangan lainnya. Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr berjanji pada hari Senin, pemerintah akan melakukan apapun yang diperlukan untuk meningkatkan produksi beras dan jagung negaranya untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan menghindari pukulan keras oleh krisis pangan yang sekarang membayangi di seluruh dunia.

Marcos yang dilantik sebagai presiden pekan lalu dan mengangkat dirinya sendiri sebagai menteri pertanian, mengatakan; Filipina - importir beras terbesar kedua di dunia - sekarang berada pada posisi yang tidak menguntungkan atas pasokan pangannya.

GoRiau Presiden Filipina Ferdinand Ma
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dalam suatu acara 23 Mei 2022. (foto: ist./reuters)

Baca Juga: Krisis Minyak Goreng, BEM se-Riau Geruduk Kantor Gubri, Mahasiswa: Mamak Kami Menjerit di Rumah

Baca Juga: Sultan Ajak HIPMI Ambil Peran dalam Mengatasi Krisis Ekonomi

"Ketika kita melihat ke seluruh dunia, semua orang sedang mempersiapkannya," kata Marcos dalam pertemuan dengan pejabat senior pertanian, merujuk pada krisis pangan, sebagaimana dikutip dari zawya.

"Jadi kita harus benar-benar memperhatikan apa yang bisa kita lakukan," ujarnya.

Baca Juga: DEN dan Pertamina Antisipasi Krisis BBM dan Elpiji

Baca Juga: Kudeta Militer Perparah Krisis Pangan, 3,4 Juta Rakyat Myanmar Terancam Kelaparan

Sementara itu, ancaman krisis pangan juga bukan hanya dihadapi negara-negara Asia. Amerika Serikat sebagaimana dikutip dari newspressnow mencatatkan dampak kenaikan harga bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dari tahun ke tahun sebagai berikut; 8,7% untuk roti, 13% untuk daging babi, 17% untuk ayam dan 15% untuk susu.

Bagi masyarakat AS, situasi saat ini membayangi krisis energi dunia yang tengah terjadi.

Baca Juga: Krisis Bensin, Harga BBM di Lebanon Hampir Rp 36 Ribu per Liter

Baca Juga: Lapor ke Jokowi soal PPKM Darurat, Luhut: Semua Terkendali Pak, Krisis Dapat Diatasi

"Kita harus khawatir menemukan solusi untuk kekurangan pangan seperti halnya kita dengan krisis bahan bakar," kutipan artikel newspressnow berjudul 'The coming food crisis' yang terbit 1 Juli lalu.

Sementara itu, AS juga tengah menghadapi potensi resesi. Langkah The Fed menaikkan suku bunga 75 basis poin (bps) pada 15 Juni dianggap bisa memicu resesi.

GoRiau Ketua Federal Reserve AS Jerom
Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell berbicara selama konferensi pers di Washington DC Juli 2019 silam. (foto: ist./dok. afp via getty image)

Baca Juga: Pemerintah Harus Memiliki Sense of Crisis Menghadapi Resesi Ekonomi Akibat Pandemi

Baca Juga: Peran Santri di Masa Krisis

Ketua Fed Jerome Powell mengakui hal itu pada minggu berikutnya dalam kesaksian di hadapan Komite Perbankan Senat AS. Ketika ditanya apakah langkah The Fed dapat menyebabkan resesi, dia menjawab, "Ini sama sekali bukan hasil yang kami inginkan, tetapi itu pasti sebuah kemungkinan," kata Powell dikutip dari Forbes.

Jika AS resesi, sejumlah negara pun dibayang-banyangi dampaknya. Bagi Indonesia, potens dampak resesi AS bisa meliputi; Keluarnya modal asing;Perebutan dana antara pemerintah dan bank padahal bank tengah mengejar pertumbuhan kredit; Kenaikan tingkat suku bunga bagi konsumen dan pelaku usaha; hingga inflasi yang membuat biaya impor bahan baku manufaktur meningkat.

Baca Juga: Penyaluran KUR BRI Diestimasi Serap 32,1 Juta Lapangan Kerja

Baca Juga: DPR: Jika Penyaluran Dana PEN Lambat, Dampak Resesi Sulit Ditanggulangi

Sebagai pengingat, Indonesia bukan tak pernah menghadapi ancaman resesi. Pandemi Covid-19 sempat memposisikan Indonesia dalam situasi sulit itu selama empat bulan berturut-turut. Tapi pada Agustus 2021, DPR RI menilai pemerintah telah berhasil membuat negara ini keluar dari resesi.

Pada masa itu, realisasi anggaran program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) menjadi way out. Penulusuran teratas mesin pencari google menyebut, dana PEN tahun 2021 sebesar Rp699,43 triliun.

Baca Juga: Meski Indonesia Keluar dari Resesi, PKS Minta Pemerintah Tetap Harus Waspada

Baca Juga: DPR Optimis KPCPEN bisa Tekan Dampak Resesi

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) menjadi wadah kolaborasi pembantu presiden dalam menanggulangi dampak pandemi kala itu. Laman PEN Kemenkeu menyebut, Komite Kebijakan di KPC-PEN diisi oleh Menko Perekonomian (Ketua Komite), Menko Marves (Wakil Ketua I), Menko Polhukam (Wakil Ketua II), Menkeu (Wakil Ketua IV), Menkes (Wakil Ketua V), Mendagri (Wakil Ketua VI) dan Menteri BUMN (Ketua Pelaksana Komite).***