JAKARTA – Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) Kementerian Pertanian (Kementan) mulai memproduksi vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak sebagai upaya menanggulangi wabah penyakit tersebut di Indonesia.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri, Sabtu (28/5/2022) mengatakan, saat ini proses pengembangan produksi vaksin PMK sedang berlangsung.

"Bapak Menteri (Pertanian) menginstrusikan Pusvetma memproduksi kembali vaksin PMK," ungkapnya.

Lanjut Kuntoro, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah menginstruksikan langsung kepada Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan agar Pusvetma segera memproduksi vaksin setelah munculnya kasus kejadian PMK di Jawa Timur pada akhir April lalu.

"Vaksinasi menjadi solusi dan harapan bagi para peternak di seluruh Indonesia. Dengan adanya vaksin PMK, ternak di Indonesia diharapkan bisa segera dapat disembuhkan dan Indonesia kembali menjadi negara bebas PMK," katanya.

Selain itu, Kuntoro menyampaikan bahwa dengan upaya vaksinasi yang efektif, tindakan pengendalian yang ketat, sistematis dan berkelanjutan telah terbukti pemberantasan PMK di sebagian besar negara menjadi bebas PMK.

Sebagai informasi, kemampuan Indonesia dalam produksi vaksin PMK dimulai sejak tahun 1952 dan telah melakukan program vaksinasi massal sejak tahun 1964.

Indonesia sudah bebas dari PMK sejak tahun 1986 dan diakui di lingkungan ASEAN sejak 1987, serta diakui secara internasional oleh organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des Epizooties-OIE) pada 1990.

Kepala Pusvetma Kementan Edy Budi Susila juga menjelaskan proses pengembangan produksi vaksin PMK.

Menurut dia, proses pengembangan produksi vaksin PMK oleh Pusvetma sebelumnya pernah dilakukan untuk membebaskan ternak Indonesia dari penyakit mulut dan kuku pada 1983-1986.

Bertolak pada pengalaman tersebut, dia meyakini bahwa Pusvetma dapat mengembangkan vaksin dalam negeri guna pengendalian PMK ke depan. Proses produksi vaksin di Pusvetma dimulai saat ini telah memasuki purifikasi isolate dan fase keenam.

“Proses pembuatan vaksin PMK ini dengan menggunakan teknologi tissue culture dengan sel BKH 21. Vaksin bersifat inaktif dan diformulasikan dengan adjuvant,” ucap Edy, dikutip dari Antaranews.com.

Dia menuturkan, pengembangan produksi vaksin PMK memerlukan proses karena Pusvetma sebelumnya tidak memproduksi vaksin penyakit tersebut sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK tanpa vaksinasi oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tahun 1990.

Dengan berbagai tantangan yang ada, Edy memastikan Tim Pusvetma akan mampu melakukan pengembangan produksi vaksin yang dibutuhkan walaupun memerlukan berbagai penyesuaian.

“Pusvetma akan memaksimalkan kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan peralatan yang ada di fasilitas produksi vaksin Pusvetma,” tandas dia.***