JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menolak dalil tim hukum Prabowo-Sandiaga bahwa pasangan calon presiden nomor urut 01 melakukan money politics dan vote buying. Hal itu disampaikan dalam sidang putusan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi.

Dalil pemohon itu berdasarkan kebijakan yang dikeluarkan calon presiden petahana Joko Widodo. Mulai dari rapelan gaji TNI-Polri, percepatan THR PNS, kenaikan dana kelurahan, dana bansos sampai PKH, rumah skema 0 persen untuk TNI-Polri dan sebagainya.

Mahkamah menimbang, kubu Prabowo-Sandiaga tidak merujuk definisi hukum tertentu untuk memaknai money politics dan vote buying. Maka itu, tidak dapat dijelaskan apakah yang didalilkan sebagai modus lain money politics dan vote buying.

"Sebagai konsekuensi tidak jelas pula apakah dalil pemohon merupakan modus lain money politics dan vote buying," ujar hakim konstitusi Arief Hidayat dalam sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (27/6).

Lebih lanjut, Mahkamah menilai tim hukum Prabowo-Sandiaga tidak bisa menguraikan apakah dalil tersebut dapat mempengaruhi pemilih. "Pemohon tidak buktikan secara terang apakah hal didalilkan terbukti mempengaruhi pemilih," kata Arief.

Tim hukum Prabowo-Sandiaga dinilai juga tidak bisa membuktikan dalil tersebut selama persidangan di Mahkamah Konstitusi. "Dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," ucap Arief.***