JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini, Selasa (17/11/2020) mengumumkan penahanan terhadap Wali Kota Dumai, Riau, Zulkifli Adnan Singkah.

Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangan pers yang disiarkan langsung melalui akun KPK di youtube dan Facebook.

Zulkifli Adnan Singkah (ZAS) sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan suap terkait pengurusan dana alokasi khusus (DAK) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun Anggaran 2017 dan APBN 2018.

Perkara yang diduga melibatkan Wali Kota Dumai periode 2016 - 2021 itu dilakukan sejak September 2019.

"Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan tersangka ZAS selama 20 hari terhitung sejak tanggal 17 November 2020 sampai dengan 6 Desember 2020 di rutan Polres Metro Jakarta Timur," papar Alex.

Dia menjelaskan perrkara ini merupakan pengembangan dari perkara dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.

Hingga saat ini KPK telah menetapkan 12 orang tersangka.

Mereka di antaranya adalah Amin Santono (Anggota Komisi XI DPR RI), Eka Kamaluddin (Swasta/perantara), Yaya Purnomo (Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan), Ahmad Ghiast (Swasta/kontraktor), Sukiman (Anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019), Natan Pasomba (Pelaksana Tugas dan Pj. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua).

Keenam tersangka tersebut telah divonis bersalah oleh majelis hakim pengadilan Tipikor.

Sedangkan enam tersangka lainnya, perkaranya masih dalam pengembangan. Mereka adalah BBD (Wali Kota Tasikmalaya), KSS (Bupati Labuanbatu Utara 2016-2021), PJH (Swasta, Wakil Bendahara Umum PPP 2016-2019), ICM (Anggota DPR 2014-2019), AMS (Kepala badan Pengelola Pendapatan Daerah KabupatenLabuanbatu Utara) ZAS, Wali Kota Dumai 2016-2021

"Hingga saat ini, enam orang tersebut masih dalam proses penyelesaian penyidikan dan telah ditahan KPK," ujar Alex.

Konstruksi perkara

KPK pada 3 Mei 2019 mengumumkan Zulkifli sebagai tersangka dalam dua perkara, yaitu tindak pidana korupsi terkait DAK dan penerimaan gratifikasi.

Terkait konstruksi perkara, KPK menjelaskan pada Maret 2017 ZAS bertemu dengan Yaya Purnomo di sebuah hotel di Jakarta. Dalam pertemuan itu, ZAS meminta bantuan untuk mengawal proses pengusulan DAK Pemerintah Kota Dumai.

Selanjutnya, pada pertemuan lain disanggupi oleh Yaya Purnomo dengan imbalan berupa fee sebesar 2 persen.

Pada Mei 2017, Pemerintah Kota Dumai mengajukan pengurusan DAK kurang bayar Tahun Anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar.

"Dalam APBN Perubahan Tahun 2017, Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar. Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan," ujar Alex.

Pada bulan yang sama, Pemerintah Kota Dumai mengajukan usulan DAK untuk Tahun Anggaran 2018 kepada Kementerian Keuangan.

Adapun, bidang yang diajukan antara lain RS rujukan, jalan, perumahan dan permukinam, air minum, sanitasi, dan pendidikan.

Tersangka ZAS, kembali bertemu dengan Yaya Purnomo membahas pengajuan DAK Kota Dumai tersebut. Kemudian disanggupi untuk mengurus pengajuan DAK TA 2018 kota Dumai, yaitu untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah dengan alokasi Rp20 miliar, dan pembangunan jalan sebesar Rp19 miliar.

"Untuk memenuhi fee terkait dengan bantuan pengamanan usulan DAK Kota Dumai kepada Yaya Purnomo, ZAS memerintahkan untuk mengumpulkan uang dari pihak swasta yang menjadi rekanan proyek di Pemerintah Kota Dumai," ujar KPK dalam keterangannya.

Sementara itu, penyerahan uang senilai Rp550juta dalam bentuk dollar Amerika, dollar Singapura, dan Rupiah pada Yaya Purnomo dkk dilakukan pada bulan November 2017 dan Januari 2018.

Untuk perkara kedua, ZAS diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta dari pihak pengusaha yang mengerjakan proyek di Kota Dumai.

Penerimaan gratifikasi diduga terjadi dalam rentang waktu November 2017 dan Januari 2018. Gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan ke Direktorat Gratifikasi KPK sebagaimana diatur pada Pasal 12 C UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Oleh karena itu, dalam dua Perkara tersebut, kepada tersangka ZAS disangkakan melanggar pasal terkait.

Pada perkara pertama, ZAS dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pada perkara kedua, ZAS dijerat dengan Pasal 12B UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. ***