JAKARTA – AR Fachruddin merupakan salah satu tokoh besar parsyarikatan Muhammadiyah yang terkenal karena kerendahan hati dan kesederhanaannya.

Banyak kisah menarik dan patut diteladani dari manta Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut. Salah satu di antaranya adalah Pak AR, panggilan akrab AR Fachruddin, menolak tawaran menjadi imam di Masjid Baiturrahman di Istana Negara Jakarta.

Dikutip dari kurusetra.id, kisah penolakan Pak AR itu dituliskan Sukriyanto AR—anak Pak AR, dalam buku ''Biografi Pak AR'' yang diterbitkan Penerbit Suara Muhammadiyah, Mei 2017.

Dituliskan Sukriyanto, sebenarnya, hubungan Pak AR dengan Bung Karno tidak terlalu dekat lantaran keduanya hanya beberapa kali berjumpa. Sebab saat Soekarno menjadi presiden, Pak AR masih menjadi anggota dan wakil ketua di akhir-akhir kekuasaan rezim Orde Lama.

Sekitar tahun 1962 KH Ahmad Badawi, Ketua Umum PP Muhammadiyah saat itu (1962-1968) menawari Pak AR menjadi imam di Masjid Baiturrahman di Istana Negara Jakarta. Tawaran Kiai Badawi sebenarnya atas permintaan Bung Karno yang menginginkan imam di Masjid Baiturrahman adalah ulama dari Muhammadiyah. Tetapi Pak AR tidak bersedia.

''Pak AR menolak tawaran itu karena dia merasa kalau dekat-dekat dengan penguasa bisa lupa diri. Pak AR juga khawatir ketika menjadi imam masjid Istana tidak bisa bebas berdakwah,'' tulis Sukriyanto.

Selain itu Pak AR merasa sulit untuk memengaruhi Bung Karno. Alasannya menurut Pak AR karena Bung Karno adalah pemimpin besar dan sangat berwibawa, apalagi kekuasaan Bung Karno pada saat itu sangat luar biasa.

Ketika Bung Karno di puncak kekuasaan, Pak AR memang belum banyak muncul di pentas nasional. Terbukti saat Muktamar ke-35 Muhammadiyah di Jakarta tahun 1962, Pak AR yang diminta menyampaikan pidato resmi PP Muhammadiyah mengaku agak grogi ketika harus berpidato di depan Bung Karno. Sebab, menurut Pak AR, Bung Karno pada waktu itu adalah seorang tokoh yang sangat berwibawa.***