JAKARTA - The Indonesian Democracy Initiative (TIDI), berencana hendak mendeklarasikan Hari NKRI pada 3 April 2020 mendatang.

Rencana tersebut, disampaikan Direktur Eksekutif TIDI, Arya Sandhiyudha saat audiensi dengan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III, Komplek Parlemen Jakarta, Rabu (27/11/2019).

Untuk diketahui, The Indonesian Democracy Initiative, merupakan kumpulan cendekiawan, berbagai disiplin ilmu, lintas agama, kelompok dan golongan. Salah satu visi yang diemban TIDI adalah menghidupkan semangat kebangsaan yang baru, terutama dalam menghadapai masalah kebangsan.

Tanggal 3 April dipilih sebagai Hari NKRI, sesuai waktu terjadinya peristiwa Mosi Integral Moh. Natsir pada 1950. Saat itu, di tengah sidang paripurna DPR RIS Natsir menyampaikan gagasan kembali ke NKRI, sesuai cita-cita UUD 1945.

Menanggapi rencana tamunya, yang hendak menyelenggarakan hari NKRI, Hidayat menyampaikan apresiasi serta dukungan.

Apalagi, selama ini Hidayat dikenal sebagai sosok yang tak pernah lelah mengingatkan jasa Moh. Nastsir bagi bangsa Indonesia. Yaitu melempangkan cita-cita NKRI yang sempat berubah menjadi Republik Indonesia Serikat.

"Melalui Mosi Integral, Moh. Natsir telah mengembalikan NKRI, sesuai cita-cita UUD 1945. Kalau tidak, niscaya cita-cita berdirinya bangsa Indonesia, yang menginginkan tegaknya NKRI tidak akan terwujud. Apalagi saat itu sudah ada Presiden RIS, DPR RIS, bahkan UUD RIS. Beruntung Mosi Integral Moh. Natsir diterima oleh Seokarno Hatta. Selanjutnya, seperti kata Bung Hatta pada 17 Agustus 1950, kita kembali memproklamirkan NKRI," kata Hidayat.

Pada kesempatan itu, Hidayat juga menyampaikan apresiasi terhadap berdirinya TIDI. Di era demokrasi ini, kata Hidayat, kaum millenal harus diberi alternatif yang lebih baik dari yang sudah ada.

Meskipun saat ini sudah ada partai politik, ormas, kampus dan mahasiswa, kaum millenial tetap membutuhkan wadah yang lain, sesuai visi misi generasi zaman sekarang. Bahkan, kalau bisa menarik simpati para millenial, bukan tidak mungkin lembaga-lembaga yang sudah eksis sebelumnya akan ditinggalkan.

"Akan sangat baik kalau bisa membuat sesuatu yang spesifik, menciptakan trendsetter, itu akan sangat bagus. Dari pada membiarkan generasi millenial diambil oleh kelompok-kelompok lain yang tidak jelas. Lebih baik dikumpulkan dalam satu tempat yang visi misinya jelas, apalagi untuk masalah-masalah kebangsaan," pungkasnya.***