LAMONGAN - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, pemahaman Empat Pilar MPR di pondok pesantren sudah mengakar. Namun para santri harus tetap diingatkan bahwa Empat Pilar MPR bukan soal pemahaman melainkan soal praktik sehari-hari. Para santri harus mempraktikan nilai Empat Pilar dalam kehidupan sehari-hari.

"Bagi Nahdlatul Ulama (NU) dan santri, Empat Pilar MPR sudah final dan tidak dipersoalkan lagi. Kiai dan santri NU punya andil dalam perjuangan Indonesia merdeka," kata Gus Jazil, sapaan Jazilul Fawaid, dalam Silaturahim Alim Ulama dan Temu Tokoh Kebangsaan di Pondok Pesantren Raudhatut Tullab, Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (26/9/2020).

Gus Jazil menjelaskan mengapa Empat Pilar MPR bagi NU sudah final. "K.H. Hasyim Asy'ari, pendiri NU, adalah peletak dasar nasionalisme Indonesia. Sudah ada karya K.H. Hasyim Asy'ari yang menunjukkan hal itu. NU sebagai organisasi yang didirikan beliau tentu warganya memiliki cara pandang terhadap kebangsaan dengan agama itu yang tidak dipertentangkan. Bahkan agama dan negara saling menguatkan. Itulah cara pandang NU," terangnya.

"Kenapa disebut final? Karena memang nilai-nilai empat pilar yang ada sama sekali tidak bertentangan dengan pandangan ahlussunnah wal jamaah. Atau pandangan pesantren dan nahldatul ulama, tidak ada satu pun yang bertentangan. Makanya disebut final," tambahnya.

Meski demikian, Gus Jazil berpendapat Sosialisasi Empat Pilar MPR (Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika) harus tetap diinternalisasikan di kalangan santri pondok pesantren. "Jangan sampai Empat Pilar yang sudah dianggap final itu tidak disosialisasikan di pesantren. Nanti pesantren merasa diabaikan. Jadi proporsional saja," ujarnya.

Pada dasarnya, lanjut Gus Jazil, pemahaman Empat Pilar MPR sudah mengakar di pondok pesantren. Namun, para santri perlu diingatkan kembali soal Empat Pilar MPR. "Karena Empat Pilar MPR bukan hanya soal pemahaman, tapi soal praktik nilai-nilai Empat Pilar sehari-hari. Jadi para santri juga mengamalkan nilai-nilai Empat Pilar di pesantren," tuturnya.

Gus Jazil melanjutkan, NU merupakan organisasi yang menyemaikan semangat nasionalisme dan patriotisme. Namun, peran kebangsaan NU belum terlalu besar. Ini bisa dilihat dari belum banyak kader NU yang menjadi pemimpin sebagai kepala daerah baik gubernur, bupati maupun walikota. "Contohnya di Lamongan, sejak reformasi belum pernah dipimpin kader NU. Artinya, kader dari NU tidak diragukan nasionalisme dan patriotismenya, tetapi perlu untuk diberikan kesempatan untuk menjalankan visinya dalam praktik kepemimpinan menjadi bupati, gubernur, atau di jabatan-jabatan lain," ucapnya.***