PEKANBARU – Wakil Ketua DPRD Riau, Hardianto, mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau untuk menghentikan 'drama penyanderaan keuangan' DPRD Riau.

Pasalnya, kata Hardianto, hingga saat ini tanpa regulasi yang jelas, Pemprov Riau menghentikan semua pembayaran yang berkaitan dengan DPRD Riau, mulai dari gaji dan tunjangan Anggota DPRD Riau, cleaning service, sekuriti, honorer, tenaga ahli dan lainnya.

Baca juga:  Imbas Penunjukan Plt Sekwan, Aktivitas DPRD Riau Terancam Lumpuh

"Sudahi penyanderaan ini, Pemprov tak punya alasan kuat menahan-nahan uang, sejak 23 Mei semua tagihan dari DPRD Riau tak diakomodir, bahkan ditolak," ujar politisi Partai Gerindra ini, Selasa (21/6/2022).

Seperti yang disampaikan oleh Ketua Komisi I, Eddy A Mohd Yatim, kata Hardianto, jika drama ini terus dilanjutkan, maka yang terganggu bukan hanya keuangan anggota dewan saja, tapi dampaknya jauh lebih besar.

"Saya tak tahu juga dimana hati nurani Pemprov Riau, banyak yang menggantungkan hidup disini, apalagi tenaga kebersihan dan tenaga keamanan, mereka hidup dari gaji bulanan, tak terpikir sama Pemprov nasib anak istri mereka? Begitu juga dengan pembayaran pihak ketiga," tambahnya.

Selain pembayaran itu, sambungnya, aktivitas kedewanan juga terganggu, karena tidak adanya pembayaran. Walaupun masih ada dewan yang tetap bekerja meski tak ada kejelasan.

"Ada Anggota DPRD Riau yang saldonya cuma tinggal Rp 33 ribu, dan beberapa Anggota DPRD yang berangkat menunaikan ibadah haji tapi belum menerima hak-hak keuangannya. Padahal itu bisa dimanfaatkan sebagai 'bekal' selama masa pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci," katanya.

Baca juga:  Status Sekwan DPRD Riau tak Jelas, Anggota DPRD Riau Sebut Saldo di Rekening Rp 33 Ribu

Kemudian ada juga persoalan operasional yang akan berpotensi menimbulkan masalah besar, termasuk tagihan listrik. Sejauh ini, PLN belum memutuskan aliran listrik karena DPRD Riau sudah bersurat ke PLN untuk menangguhkan pembayaran.

"Mudah-mudahan penangguhan ini dikabulkan, kalau sempat mati, ini bakal makin ribut, yang malu siapa? Ya kita Riau. Uang ada tapi pencairan tak bisa karena regulasi yang di ada-adakan," terangnya.

Hardianto mengajak semua pihak untuk mengedepankan hati nurani dan mengenyampingkan emosi. Karena dalam menjalankan tata kelola pemerintahan, tidak boleh berdasarkan 'like or dislike'.

"Semua tata kelola pemerintahan ada aturan dan regulasi, kenapa ini dikesampingkan? Ayo kita buka aturan main, apa alasan ini semua tidak bisa dicairkan hanya gara-gara ditandatangani oleh Muflihun?" katanya.

Yang lebih menyedihkan lagi, ujarnya, Pimpinan DPRD Riau seolah-olah menjadi pihak yang disalahkan. Padahal, proses ini semuanya ada di BPKAD Riau.

Pengeloaan keuangan di Pemda, jelasnya, mengacu PP Nomor 12 tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah, dan turunannya ada di Permendagri Nomor 77 tahun 2020 tentang pedoman teknisnya. Apa yang diusulkan DPRD Riau melalui Surat Perintah Membayar (SPM) tidak menyalahi satupun poin dalam aturan itu.

Sebab, dalam aturan itu disebutkan bahwa kepala daerah sebagai pemegang kekuasaan pengelolaam keuangan daerah memberikan pelimpahan kuasa kepada Kepala SKPD, yang kemudian ditunjuk sebagai Pengguna Anggaran (PA) melalui Surat Keputusan (SK).

"PA inilah yang mencairkan uang melalui SPM. SPM ini yang ditolak. Ini saya tak habis pikir kenapa ditolak. Makanya saya bilang berhentilah menyandera uang DPRD Riau," tuturnya.

Pemprov Riau sendiri sampai hari ini masih mengakui Muflihun sebagai Sekretaris DPRD Riau defenitif, dan SK itu masih hidup. Dan belum ada SK yang menggugurkan keputusan itu. Begitu juga dengan SK terkait statusnya sebagai PA.

"Pertanyaannya, apa dasar BPKAD tak menerima SPM itu yang merupakan hak DPRD Riau. Jangan sampai nanti honorer, sekuriti, tenaga kebersihan, dan lainnya mendemo ke BPKAD. Kan malu kita," katanya.

Kalaupun ada dinamika politik yang melatarbelakangi hal ini, menurut Hardianto, bukan alasan Pemprov Riau menahan-nahan uang. Karena BPKAD tidak bisa bekerja sekehendak hati, tapi harus berdasarkan aturan.

Dan DPRD Riau, sebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah, tak ingin ikut campur dalam urusan politik di Pemprov Riau. Yang terpenting, keuangan di DPRD Riau wajib dicairkan atas dasar regulasi dan hak DPRD Riau.

"Kalau menurut mereka ada aturan yang bisa mengalahkan regulasi itu, silahkan sebutkan. Tapi kalau tak bisa sebutkan, tolong segera cairkan. Karena kita mengelola pemerintahan daerah bukan seperti main alek-alek," tegasnya. ***