PEKANBARU, GORIAU.COM - Kisruh pengesahan Perda tarif parkir oleh DPRD dan Pemerintah Kota Pekanbaru, masih terus berlanjut. Bahkan alasan pengesahan untuk menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) dan guna mengurai kemacetan dinilai tidak tepat.

Seharusnya DPRD dan Pemerintah Kota Pekanbaru, terlebih dahulu memberikan edukasi terhadap masyarakat dengan mengintensifkan pendidikan kepada warga, supaya lebih sadar hukum, sadar sosial, dan peduli dengan permasalahan kemacetan.

Hal tersebut diungkapkan Al Azhar selaku tokoh masyarakat dan Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Riau, kepada GoRiau.com, Kamis (5/11/2015).

"Disahkanya Perda parkir, dengan tarif seharga 1kg beras, menurut saya DPRD dan Pemerintah Kota Pekanbaru memberikan solusi yang keliru. Niatnya untuk mengurai kemacetan tapi malah 'mendenda' warganya sendiri, ini sudah salah sasaran, seperti memberi obat panu pada bisul," ungkap Al Azhar.

Sebagai warga Pekanbaru, dirinya merasa bahwa Perda tarif parkir tersebut, berlawanan dengan akal sehat dan hati nurani.

"Apalagi keputusan tersebut digulirkan di tengah-tengah kesulitan ekonomi masyarakat saat ini. Mestinya, ada pendekatan dengan cara yang arif untuk mengurai kemacetan di lokasi-lokasi tertentu, karena menurut Datuk Bandar (Firdaus MT, red) kalau tarif selangit itu memang bertujuan mengurangi kemacetan," tukasnya.

Ditempat terpisah, anggota Komisi II DPRD Kota Pekanbaru Roem Diana Dewi menjelaskan, sesuai mekanisme dan peraturan yang ada, Perda yang sudah disahkan harus melalui beberapa tahapan atau proses lanjutan sebelum dinyatakan berlaku.

"Walaupun sudah disahkan, Perda tersebut harus melalui proses verifikasi Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan terkait pajak retrebusi. Perda tersebut terlebih dahulu harus diberikan kepada Biro Hukum Provinsi yang nantinya ditandatangani Gubernur. Setelah disetujui, barulah terbit Peraturan Walikota (Perwako)," ungkapnya kepada GoRiau.com, Rabu (4/11/2015) malam.

Jika Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menolak, maka perda tersebut menurut Diana, bisa saja direvisi ulang atau dibatalkan.

"Kalau dalam tahap prosesnya saja sudah menimbulkam gejolak dan keresahan masyarakat, bukan tidak mungkin Perda tersebut dibatalkan, Perda belum diberlakukan saja, saat ini sudah ada laporan masyarakat terkait adanya oknum petugas parkir yang melakukan pungutan Rp5.000," tuturnya.***