PEKANBARU - Pegiat lingkungan mempertanyakan siapa terpidana pada putusan Mahkamah Agung tentang sengketa lahan PT Peputra Supra Jaya (PSJ) yang berada di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan Riau. Pasalnya, lahannya bisa dieksekusi tapi pelaku pembukaan lahan di hutan lindung itu tidak tersentuh dan tidak dipublish.

Hal itu dipertanyakan pegiat lingkungan di Pekanbaru, Tommy Freddy Simanungkalit SKom,SH. Ia mengatakan ada hal yang sepertinya ditutup-tutupi oleh pihak kejaksaan mengenai siapa oknum yang dijadikan terpidana dalam putusan yang telah inkracht oleh Mahkamah Agung itu.

"Kita sama-sama mengetahui putusan terhadap lahan itu sudah inkracht dan harus dieksekusi, namun sampai saat ini kita belum pernah mendengar adanya pelaku atau bisa dikatakan terpidana dalam hal pembukaan kebun secara non prosedural milik PT PSJ," kata Tommy pada konferensi pers di Pekanbaru, Rabu (15/1/2019).

Untuk itu pegiat lingkungan ini meminta agar pihak terkait memberikan keterbukaan informasi kepada publik secara penuh.

"Kita dari pegiat lingkungan meminta kejelasan membeberkan, siapa sebenarnya terpidana dalam perkara ini. Apakah sudah dilakukan penahanan atau sanksi. Kita melihat adanya ketidakterbukaan dalam kasus Peputra Supra Jaya ini," lanjutnya.

Terakhir Tommy membeberkan sejumlah fakta yang telah dikumpulkan oleh pegiat lingkungan, selain itu Ia juga menyinggung bahwa penegak hukum harus lebih terbuka dengan upaya hukum yang bertanggung jawab dalam perkara ini. Dia mengatakan telah memantau jalannya proses persidangan.

Tommy mengaku sudah mengikuti kasus ini sejak lama, dalam proses persidangan dalam kasus dari informasi yang dimilikinya yang tampil adalah atas nama Sudiono, namun dibelakangnya sebenarnya dugaan kami ada nama Mariana yang memiliki andil dalam kasus ini.

"Dialah yang kami duga sebagai pemodal maupun yang berkontribusi dalam pembukaan kebun tersebut, sedangkan kebun itu sebenarnya ada didalam kawasan hutan lindung, jadi bisa dikatakan mereka perambah hutan yang sebenarnya hukumannya bisa lebih berat lagi secara pidana, itu harus jelas penindakan pidananya," tutup Tommy.

Seperti diketahui, aparat akan melakukan eksekusi hutan lindung seluas 3.323 hektare yang dijadikan lahan perkebunan oleh PT PSJ, sesuai dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 atas gugatan PT NWR. Ekseskusi seharusnya dilakukan pada hari Senin (13/1/2020) lalu namun dibatalkan kerena dihadang oleh warga yang sempat yang mengaku dari kelompok tani mitra PT PSJ. ***