JAKARTA - Sejak militer melakukan kudeta dan merebut kekuasaan dari pemimpin sipil dari 1 Februari  hingga Rabu (14/4/2021) jumlah warga sipil yang meninggal akibat tindak kekerasan aparat lebih dari 700 orang.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan, apa yang terjadi di Myanmar saat ini adalah tragedi ASEAN. Menurutnya para pemimpin ASEAN harus segera melakukan tindakan nyata untuk mencegah korban jiwa berjatuhan.

"Para pemimpin ASEAN tidak boleh tinggal diam, harus ada upaya konkret untuk segera menghentikan kekerasan terhadap warga sipil di Myanmar. Usul Pak Jokowi untuk diadakan KTT ASEAN untuk membahas krisis di Myanmar sudah tepat, mestinya hal ini segera diwujudkan apalagi beberapa negara ASEAN seperti Malaysia dan Brunei menghendaki bisa diselenggarakan di Jakarta sebagai Sekretariat ASEAN," ujar Sukamta kepada GoNews.co, Jumat (16/4/2021) di Jakarta.

"Saya berharap Bu Retno bisa secara intensif melakukan komunikasi dengan para menlu di ASEAN untuk segera mewujudkan KTT tersebut, jika perlu Presiden bisa melakukan hotline kepada para pemimpin di ASEAN karena gentingnya situasi di Myanmar," tambahnya.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS ini, para pemimpin ASEAN tidak boleh ragu melangkah, karena adanya prinsip non-intervensi ASEAN. Situasi yang terjadi di Myanmar saat ini dengan banyaknya korban sipil menuntut sikap tegas ASEAN untuk campur tangan.

"Yang terjadi di Myanmar saat ini sudah mengarah kepada pembunuhan massal oleh rejim secara sistematis. Ini bentuk kejahatan HAM yang sangat berat. Dalam hal ini ada prinsip internasional Tanggung Jawab untuk Melindungi atau Responsibility to Protect (R2P) yang diusung oleh PBB dimana dimungkinkan adanya intervensi langsung dari suatu negara jika negara lain dianggap gagal melindungi warganya dari kekerasan. Para pemimpin ASEAN tentu sangat paham dengan prinsip ini dan bisa menggunakannya dalam menyikapi krisis di Myanmar," urainya.

Lebih lanjut Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) DPP PKS ini melihat, saat ini sangat dibutuhkan campur tangan komunitas internasional. Apalagi krisis di Myanmar bisa bertambah pelik dengan masuknya permasalahan konflik etnis.

"Jika isu bergeser dari masalah kudeta dan pembataian warga sipil kepada isu konflik etnis, tentu akan lebih menyulitkan bagi ASEAN untuk campur tangan. Itu sebabnya KTT ASEAN harus segera diwujudkan. Ini juga akan menjadi desakan lebih kuat kepada PBB dan komunitas internasional lainnya melakukan tindakan konkrit atasi krisis Myanmar," pungkasnya.***