JAKARTA, GORIAU.COM - Imam Ratrioso selaku konsultan psikologi yang menangani keluarga para terdakwa kasus "bioremediasi" Chevron mengatakan, kondisi psikologi keluarga baik isteri dan anak pascaupaya jemput paksa dan penahanan Bachtiar cukup buruk.

"Kondisi demikian terjadi karena kondisi mereka yang memang berada dalam tekanan hebat. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi tekanan yang mereka rasakan," katanya.

Dia mengatakan, secara tidak langsung, baik isteri dan anak-anak Bachtiar akan mengalami gangguan pada psikologi yang tentunya mempengaruhi kebiasaan sehari-harinya. "Untuk pemulihannya, membutuhkan waktu dan bertahap akan diupayakan dengan memberikan pencerahan-pencerahan," katanya.

Kuasa hukum tersangka, Leonard Arpan Aritonang yang ditemui di Rutan Cipinang saat mendampingi kliennya, mengatakan, pihaknya akan segera mengambil tindakan untuk melindungi hak asasi Bachtiar.

"Karena memang, upaya hukum secara paksa yang dilakukan oleh pihak jaksa dari Kejagung diindikasikan telah melanggar HAM. Karena Bachtiar pada saat itu tidak diperkenankan untuk didampingi kuasa hukumnya," kata dia.

Rudi Hartono, seorang jaksa yang rencananya bakal menjadi Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Jakarta Selatan untuk terdakwa Bachtiar, juga ditemui di Rutan Cipinang, mengatakan, dalam setiap upaya hukum pihaknya akan berusaha maksimal. "Tidak akan ada upaya memberatkan dengan rekayasa, kami akan menunjukkan semua bukti-bukti dan saksi-saksi yang berkompeten," katanya.

Sebelumnya untuk sejumlah terdakwa lainnya di kasus yang sama, JPU telah menetapkan sebanyak tiga saksi ahli, diantaranya Edison Effendi, Prayitno, dan Bambang Iswanto. Tiga ahli ini sebelumnya dianggap tim kuasa hukum para terdakwa seperti Widodo, Enda Rumbiyanti, Kukuh Kertasafari serta Ricksy Prematuri selaku Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) dan Herkand bin Ompo selaku Direktur PT Sumigita Jaya (telah divonis bersalah) merupakan saksi ahli yang tidak berkompeten.

Selain tidak memiliki serifikasi khusus sebagai ahli, ketiganya juga dianggap memiliki konflik kepentingan pada kasus tersebut. Edison Effendi misalnya, sebelumnya terdaftar sebagai kontraktor yang sempat menjalan proyek "bioremediasi" namun gagal. Bahkan dia sempat mengikuti tender berulang kali namun kembali gagal sehingga dikhawatirkan adanya unsur sakit hati dalam setiap ungkapannya di persidangan.

Terlebih menurut sejumlah kuasa hukum terdakwa, saksi ahli Edison juga merupakan pelapor atas kasus tersebut. Atas tanggapan miring terkait tiga saksi ahli yang dihadirkan itu, jaksa penuntut, Rudi Hartono, menyangkalnya.

Menurut dia, tidak ada bukti-bukti yang menguatkan seorang saksi ahli yang dihadirkan di persidangan terlibat konflik kepentingan atau bahkan pernah mengikuti tender di Chevron. "Saya rasa tidak ada masalah dengan ketiga saksi ini, dan rasanya kami tidak perlu menambah atau mengurangi saksi ahli yang telah ada saat ini," katanya.(fzr)