JAKARTA - Petisi setop izin Front Pembela Islam (FPI) muncul di situs change.org. Petisi tersebut berisi ajakan untuk bersama-sama menolak perpanjangan izin ormas tersebut.

Alasannya, ormas besutan Rizieq Shihab itu dianggap sebagai kelompok radikal, pendukung kekerasan, serta pendukung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dibubarkan lantaran bertentangan dengan Pancasila.

Petisi yang diinisiasi oleh Ira Bisyir pada Selasa (7/5) itu menargetkan 50.000 tanda tangan dalam petisi yang bertajuk Stop Ijin FPI. Hingga pukul 18:55 WIB, telah ada 48.210 orang yang "membubuhkan" tanda tangan. Ira juga mengajak agar petisi yang digagasnya itu disebarluaskan. Hal itu, kata dia, demi mewujudkan Indonesia yang aman dan damai.

"Mengingat akan berakhirnya izin organisasi FPI di Indonesia, mari kita bersama-sama menolak perpanjangan izin mereka karena organisasi tersebut merupakan kelompok radikal, pendukung kekerasan, dan pendukung HTI," begitu bunyi pernyataan Ira dalam petisi, Selasa (7/5).

DPP Front Pembela Islam (FPI) mengakui bahwa status terdaftar sebagai ormas di Kementerian Dalam Negeri akan habis pada bulan Juni 2019. Berkenaan dengan itu, FPI bakal mengajukan pendaftaran ulang kepada Kemendagri untuk lima tahun mendatang.

Hal itu diutarakan juru bicara DPP FPI Slamet Maarif seperti dilansir GCNNIndonesia.com, Selasa (7/5). Dia bicara demikian menanggapi petisi dalam change.org yang berisi ajakan untuk menolak perpanjangan status FPI sebagai ormas.

Slamet menolak mengatakan status FPI itu sebagai sebuah izin dan mesti diperpanjang. Menurut dia ormas-ormas seperti FPI terdaftar, artinya jika berakhir maka harus mendaftar kembali.

"Itu bukan izin tapi pendaftaran. Ya kami akan daftar kembali," kata Slamet yang juga Ketua Persaudaraan Alumni 212 dan juru kampanye nasional Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Slamet, atas nama FPI, menganggap alasan yang digaungkan dalam change.org itu sebagai fitnah murahan. Menurutnya, fitnah tersebut selalu dipakai oleh pihak yang tidak ingin mengakui peran FPI dalam kegiatan kemanusiaan selama ini.

"Fitnah murahan. Lagu lama yang mereka putar kembali. Radikal dalam menolong korban bencana alam kok mereka enggak suka?" ucap Slamet.

"Suruh mereka belajar baca jangan jadi provokator," lanjutnya.***