JAKARTA - Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak, Kementerian Keuangan, Wawan Sunarjo MSc mengatakan, sesuai Undang-Undang PNBP sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2020, ada enam obyek PNBP yang telah ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

Keenam obyek PNBP itu adalah Pemanfaatan Sumber Daya Alam, Pelayanan, Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN), Pengelolaan Dana, Pengelolaan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) dan Hak Negara Lainnya.

"Secara prinsip, Kementerian Keuangan tidak bisa memberikan ijin untuk penggunaan di kepolisian terhadap denda tilang yang tercatat PNBPnya Kejaksaan, hal ini sesuai Undang-Undang PNBP," kata Wawan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan RI kemarin sebagaimana dikutip dari YouTube @Komisi V DPR RI, Kamis 16 Juni 2022.

Rapat Komisi V DPR sendiri mengagendakan pembahasan Potensi Penerimaan Negara Bidang Transportasi Dalam Penyusunan RUU LLAJ. Wawan Sunarjo hadir mewakili Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI Isa Rachmatarwata M Math karena pada saat bersamaan ada agenda pembahasan anggaran di Komisi XI DPR RI.

Ia menuturkan, sedikitnya tiga potensi yang bisa digali dari revisi UU LLAJ bagi Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pertama, penambahan tarif PNBP yang mengakomodir berkembangnya teknologi di bidang transportasi, terutama transportasi umum berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Baik dari sisi perijinan angkutan orang dan pengawasan angkutan umum online berbasis aplikasi.

"Artinya, kalau ada perusahaan-perusahaan atau startup yang bergerak dibidang trasportasi, maka perijinannya akan menjadi potensi PNBP bagi Kemenhub," jelas Wawan.

Kedua, penggalian sumber pendanaan dana preservasi jalan yang mencerminkan user's fee principle. Disebutkan, didalam komponen pajak kendaraan bermotor saat ini hanya ada untuk daerah. Melalui revisi UU LLAJ, diharapkan ada semacam roadtax yang bisa dibagi bersama. Hal inilah yang bisa dipergunakan untuk salah satu sumber dana preservasi.

Ketiga, perubahan sanksi pidana atas pelanggaran ODOL dan pelanggaran lalu lintas menjadi sanksi administratif berupa pengenaan denda administratif. Saat ini, pelanggaran ODOL lebih banyak melalui pengadilan, dimana kalau melalui pengadilan tercatat sebagai PNBP kejaksaan.

Kemenkeu sendiri dalam hal ini tidak memasukkan denda tilang sebagai target pendapatan. Sebab Kemenkeu tidak mengharapkan banyaknya pelanggaran lalu lintas dilapangan, akan tetapi dengan menekankan pengawasan oleh pihak kepolisian pada lalu lintas. Meski dalam kenyataannya tetap saja banyak pelanggaran yang berujung pada pengadilan.

"Sampai saat ini kebijakan untuk pendapatan tilang belum dipergunakan sama sekali (untuk preservasi jalan)," ucap Wawan Sunarjo.***