JAKARTA - Indo Barometer menyebutkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai menteri terbaik versi survei mereka. Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi, menghargai sikap publik terhadap Ketua Umum Gerindra itu, tetapi menurutnya Prabowo belum berbuat apa-apa.

"Kalau publik umum sih mungkin menilainya hebat, tapi secara substansif belum ngapa-ngapain beliau (Prabowo). Beliau memang melakukan beberapa kali kunjungan kerja, walaupun baru sebatas pada penguatan program yang sudah ada," kata Muradi saat dihubungi, Senin (17/2/2020).

Muradi mencontohkan program yang sudah ada dan dilanjutkan Prabowo adalah transfer of technology (TOT) dan pertukaran perwira. "Itu kan (program) sudah lama, di zaman Ryamizard," ujar Muradi.

Dari kacamata pengamat, Muradi menuturkan belum ada gebrakan atau kebijakan luar biasa yang membuat Prabowo dapat dinilai telah melaksanakan fungsi dengan baik. Dia mengatakan kegiatan Prabowo bertemu dengan pejabat negara asing selama menjadi menteri prtahanan sekadar seremonial.

"Masih belum ada gebrakan yang spektakuler, yang membuat kita mengatakan bahwa orang ini sudah menjalani fungsi dengan baik. Apa yang ada di berita, yang beliau lakukan cenderung seremonial, normatif," ucap Muradi.

"Misalnya presiden minta penguatan industri pertahanan, kan dia belum ngapa-ngapain. Dia kunjungan emarin ke PT Pindad, PT PAL, ya hanya itu. Belum sampai pada tahapan apa yang bisa dilakukan oleh menteri pertahanan untuk memperkuat itu. He did nothing yet," sambung Muradi.

Muradi lalu menganalisa alasan responden dalam survei memilih Prabowo sebagai menteri dengan kinerja terbaik dalam 100 hari pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Ma'ruf Amin. Salah satunya adalah pengaruh media.

"Pertama memang dalam tiga bulan terakhir yang paling agresif melakukan kerja, kunjungan kerja, dan sebagainya. Kan dia keliling dunia tuh, ke Prancis , Rusia, Turki, Malaysia dan seterusnya. Pemberitaannya kan masif, publik merasa itu kerja-kerja kemenhan. jadi memang ada masivitas kerja selama 3 bulan pertama pemerintahan," jelas Muradi.

"Memang meski itu belum ada hasil, tapi dia dianggap tune-nya positif , karena Pak rabowo dianggap menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya menhan. meski kan ada beberapa kasus, misalnya Pak Prabowo dianggap tak terlalu gentle waktu dengan china, jadi dia tidak terlalu keras," sambung dia.

Masih kata Muradi, alasan lainnya kemungkian bentuk apresiasi responden atas sikap Prabowo yang dinilai menanggalkan ego personalnya. Meski dua kali kalah dari Jokowi dalam kontestasi politik, yaitu Pilpres 2014 dan 2019, namun Prabowo bekerja dengan profesional.

"Ada apresiasi publik karena Pak Prabowo kan dianggap kompetitor dua kali, tapi kemudian dia anggap menjalankan fungsi dengan profesional selama menjadi menhan. Makanya kemudian publik merasa Pak Prabowo ini menanggalkan hal yang bersifat personal, dia dianggap melakukan langkah-langkah yang profesional," ujar Muradi.

Terakhir, Muradi menilai responden survei yang memilih Prabowo merupakan pendukungnya. "(Alasan ketiga, red) masih ada harapan publik terhadap polisi Pak Prabowo, apa nanti 2024," tutup Muradi.***