JAKARTA - Pengangkatan Novel Baswedan dan 40 lebih eks pegawai KPK lainnya menjadi aparatur sipil negara (ASN) menimbulkan pro-kontra di kalangan pegawai. Keputusan itu dinilai seperti ''karpet merah'' bagi Novel Cs sehingga sangat bertentangan dengan asas keadilan.

Mengenai banyaknya protes dari masyarakat, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan keputusan tersebut diambil karena usulan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada Presiden Joko Widodo yang kemudian disetujui diangkat menjadi ASN.

Bima mengungkapkan diskresi yang diberikan untuk 57 eks pegawai KPK itu menjadi PNS, bukan PPPK. Dengan diskresi tersebut, BKN tinggal menyiapkan NIP PNS untuk 44 eks pegawai KPK tersebut.

"Diskresinya PNS. BKN menyiapkan NIP PNS," kata Bima kepada JPNN.com, Sabtu (11/12).

Dia menjelaskan 44 eks pegawai KPK statusnya belum PNS 100 persen karena harus mengikuti Diklat kemudian dilantik. Momentum pengangkatan para eks pegawai KPK menjadi ASN pada Hari Antikorupsi itu baru penyerahan SK.

"Mereka belum dilantik, baru diserahkan SK-nya. Masih harus diklat dulu," ucapnya.

Sebelumnya sejumlah advokat yang tergabung dalam Pergerakan Advokat Nusantara menilai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tidak memiliki kewenangan memproses dan mengangkat ASN khususnya 57 eks pegawai KPK.

Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus mengatakan, berdasarkan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, sesungguhnya Kapolri tidak berwenang mengangkat sendiri ASN, khususnya 57 eks pegawai KPK yang sudah dinyatakan tidak lulus tes menjadi ASN oleh BKN.

Oleh karena itu, Perekat Nusantara berencana mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung terhadap Peraturan Kepolisian RI Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Khusus dari 57 Eks Pegawai KPK Menjadi ASN di lingkungan Polri.

Dihubungi JPNN.com secara terpisah Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim dengan tegas menyatakan pengangkatan eks pegawai KPK yang nyata-nyata tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sangat bertentangan dengan UU ASN. Di satu sisi ada guru honorer yang saat ini bertarung mendapatkan status menjadi ASN PPPK, bahkan yang sudah lulus tahap I sampai sekarang belum diangkat juga.

"Sungguh ironis, di saat guru honorer yang sudah lulus passing grade PPPK guru tahap I malah disuruh ikut tes kedua karena tidak ada formasi. Kami semua menangis atas ketidakadilan ini," kata Satriwan. ***