JAKARTA - Desakan kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perppu KPK terus mengalir.

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan 76,3 persen responden memandang presiden perlu menerbitkan Perppu KPK. Namun begitu, menurut Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Atgas, perppu adalah merupakan ranah presiden.

Dia menegaskan, tentu DPR apalagi fraksi-fraksi tidak bisa mengintervensi. "Karena itu adalah hak subjektivitas presiden untuk mengeluarkan perppu," ujar Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/10).

Soal klausul kegentingan memaksa sebagai syarat mengeluarkan perppu, tafsirnya kata Supratman, ada pada subjektivitas presiden. "Jadi, saya tidak mau berandai-andai soal perppu itu karena kami belum tahu juga isinya apa. Publik kan hanya menduga, DPR tidak boleh berandai-andai," tambahnya.

Yang pasti, ujar Supratman, dari awal publik tahu bahwa tujuh fraksi yang ada di DPR menyetujui UU KPK, dan tiga fraksi menyatakan penolakannya terutama terkait pemilihan Dewan Pengawas. "Nah, itu substansinya yang paling pokok, kami menunggu saja," ujarnya.

Menurut Supratman, dalam kondisi sekarang ini yang terpenting adalah dialog antara presiden dan DPR. Presiden, kata dia, juga bisa melakukan dialog dengan ketua-ketua umum partai politik. Dia mengatakan, kalau dengan partai koalisi sudah berdialog, maka tidak ada salahnya presiden mengundang dan meminta pendapat ketua-ketua parpol nonkoalisi.

"Sehingga saya yakin dan percaya, hasil survei yang dilakukan LSI (Lembaga Survei Indonesia) itu kan suatu hal yang baik, yang tentu juga didengar oleh partai-partai politim," kata Supratman.

Lebih lanjut Supratman menuturkan, di luar mekanisme perppu, ada cara lain yang bisa dilakukan. Yakni melakukan judicial review. "Ini kan belum bsa dilakukan karena UU-nya belum diundangkan," ujarnya.

Jika komunikasi politik antara presiden dengan DPR berserta seluruh pimpinan-pimpinan parpol katanya, maka jalan melakulan legislatif review sangat mungkin bisa dilakukan. "Itu tergantung pertimbangan dan kalkulasi politik presiden," jelasnya.

Kalau Gerindra, sesuai dengan yang pernah diusulkan bahwa Dewan Pengawas dipilih oleh dua dari presiden, dan dua dari dpr serta satu dari internal KPK."Itu suatu hal yang bagus. Kami akan support," pungkasnya.***