PEKANBARU - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengaku diminta hati-hati terkait dengan rencana Amandemen UUD 45. Is menerima banyak masukan dari para Akademisi dari Universitas Riau.

Audiensi yang berlangsung di Gedung Rektorat UNRI, Panam, Pekanbaru, Senin (24/2/2020) itu dihadiri Wakil Rektor III UNRI Prof DR Iwantono, Dekan FKIP Prof Mahdun, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Asri Auzar, serta civitas akademika UNRI.

"Intinya pertama mereka katakan harus hati-hati membahas GBHN karena ini kan masa lalu sebenarnya," kata Syarief kepada wartawan usai Audiensi.

Mayoritas dosen maupun dekan di UNRI kata Syarief Hasan, menyarankan akan implementasi UUD 1945 yang sudah ada saja diperbaiki. Sebab, bila GBHN dimasukkan ke dalam konstitusi akan banyak konsekuensinya.

"Itu akan menempatkan MPR jadi lembaga tertinggi di negara, implikasinya banyak. Kedua menyarankan kalau bisa ada konsesus bersama, mau di kemanakan negara ini ke depan," ujar Politisi Demokrat itu.

Dalam Audiensi tersebut, Selain itu, ada juga pandangan jika GBHN dimasukkan ke dalam konstitusi. "Lalu ada masukan juga, GBHN itu kan jangka panjang, lalu jangka pendeknya bagaimana? Kalau jangka pendeknya harus diubah-ubah ya sudah lewat UU saja. Begitu. Jadi semua saran ini dicatat untuk jadi bahan pertimbangan," ujar legislator asal Sulawesi Selatan ini.

Saat ditanya gambaran secara umum terkait pandangan kampus-kampus yang sudah didatangani Syarief Hasan terkait amendemen UUD 1945, politikus 70 tahun itu menjawab ada bermacam-macam aspirasi. Ada yang setuju dan tidak.

"Tetapi nada-nadanya sih, secara implisit itu dinilai GBHN perlu tetapi jangan mengubah konstitusi, jangan mengubah sistem ketatanegaraan. Jangan sampai presidensial yang awalnya mau perkuat malah tidak," kata Syarief.

Ada juga yang menyarankan GBHN itu payung hukumnya lewat Ketetapan MPR saja atau tak masuk dalam konstitusi.

"Ada yang berpandangan begitu. Ini kan baru berapa universitas (saya mintai masukan), belum sepuluh. Tetapi kami akan kunjungi semua," tandasnya.***