PEKANBARU – Menilai tindakan penyidik Ditreskrimum Polda Riau tidak tepat dengan menetapkan Jumadi, warga Pekanbaru, sebagai tersangka lalu ditahan, akhirnya korban mengadu ke Propam Mabes Polri.

Demikian disampaikan oleh Dr Yudi Krismen, SH. MH, selaku kuasa hukum Jumadi. Kliennya, saat ini berada di tahanan Polda Riau, karena dilaporkan oleh sepupunya terkait dugaan penipuan.

Menurut Yudi, penetapan tersangka dan penahanan Jumadi oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Riau tidak tepat, atau adanya dugaan tindakan unprosedural yang dilakukan oleh tim penyidik.

Bukan tanpa sebab, Yudi menjelaskan, permasalahan ini berawal dari perjanjian hutang piutang antara Jumadi dan sepupu kandungnya yang bernama Suwanto.

“Awalnya Suwanto meminjam uang kepada klien saya. Proses peminjaman uang itu berlangsung sejak tahun 2007 hingga 2014, totalnya mencapai Rp 2,4 miliar lebih,” kata Yudi Krismen, Sabtu (2/4/2022).

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2010 Suwanto menawarkan ruko kepada Jumadi yang harganya mencapai Rp 600 juta. Namun tawaran itu ditolak karena ruko yang ditawarkan lokasinya tidak cocok untuk membuka usaha.

Hingga beberapa kali Suwanto menawarkan membangun 2 ruko kepada Jumadi, dan akhirnya Jumadi menyetujui 2 unit ruko yang ditawarkan Suwanto dengan nilai Rp 1,6 miliar.

“Setelah setuju, keduanya membuat surat pengikat jual beli pada tanggal 14 September 2014 di hadapan Notaris Neni Sanitra SH di Pekanbaru,” lanjut Yudi.

Setahun adanya kesepakatan itu, ternyata sertifikat ruko yang dijanjikan oleh Suwanto tidak kunjung diberikan. Terjadilah perselisihan antara Jumadi dan Suwanto.

Kemudian Jumadi membuat gugatan secara perdata terhadap perjanjian itu, pada tanggal 05 Desember 2016, dengan nomor register: 298/Pdt.G/.Pbr.

“Gugatan itu dimenangkan oleh klien saya, dan sudah inkrach, Hakim menyatakan surat kesepakatan antara Jumadi dan Suwanto adalah sah dan otentik,” beber Yudi.

Karena dinyatakan inkrach, lalu Jumadi melaporkan Suwanto ke Polda Riau dengan laporan tindak pidana penipuan atau penggelapan hak atas tanah, dengan nomor Laporan STTLP/161/IV/2020/SPKT/Riau, 16 April 2021.

Atas laporan itu dilakukanlah gelar perkara. Hasilnya, laporan dihentikan, karena menurut penyidik itu bukan tindak pidana penipuan dan penggelapan, sebagaimana pasal 378 dan atau 372 KUHP.

“Setelah penyidik menghentikan laporan klien saya, tiba-tiba klien saya diperiksa sebagai tersangka pada tanggal 15 November 2021. Penetapan tersangka itu atas laporan Suwanto pada tanggal 30 September 2021, laporannya penipuan atau membuat keterangan palsu,” tandas Yudi.

Suwanto melaporkan Jumadi terkait kwitansi Rp 1,6 miliar yang dikatakan fiktif. Menurut Yudi, terkait kwitansi tersebut sudah ada putusan inkrahc di pengadilan.

“Padahal, di perdata kwitansi itu sah dan berharga. Tidak perlu lagi penyidik menanyakan keabsahannya. Apalagi menjadikan itu sebagai alat bukti untuk menetapkan Jumadi sebagai tersangka,” tandas Yudi.

Dengan proses yang begitu cepat, lalu tanggal 14 Maret 2022 Jumadi ditahan oleh penyidik Ditreskrimum Polda Riau.

“Saya menduga ada beberapa kejanggalan dan Unprosedural atas proses penyelidikan yang dilakukan Penyidik Krimum Polda Riau kepada klien saya Jumadi,” ungkap Yudi.

Maka dari itu, selanjutnya Yudi Krismen bersama Tim Kuasa Hukumnya Dessri Kurniawati, SH.,MH, langsung mengambil langkah pengajuan praperadilan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, pada tanggal 23 Maret 2022.

Tidak sampai disitu, Yudi juga melaporkan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau beserta bawahannya ke Propam Mabes Polri.

Surat Laporan itu telah diterima oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polri bagian Pelayanan Pengaduan dengan nomor surat SPSP2/1842/III/2022/Bagyanduan pada tanggal 25 Maret 2022 dengan terlapor Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Kasubdit I Reserse Kriminal Umum Polda Riau, dan Penyidik Subdit I Dit Reserse Kriminal Umum Polda Riau.

“Atas nama klien saya, maka kami sudah buat pengaduan atas ketidakprofesionalan dan keberpihakan penyidik serta unprosedural dalam penanganan Laporan Polisi nomor LP/B/VIII/2021/SPKT/Riau tanggal 25 Agustus 2021 di Subdit I Dit Reskrimum Polda Riau,” tegas Yudi.

Menyinggung permohonan Praperadilan, ternyata pada Sistem Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Pekanbaru (SIPP), Ketia PN Pekanbaru sudah menetapkan hakim, hakim, dan juru sita terkait permohonan Prapid yang diajukan Jumadi. Ketua PN Pekanbaru juga menetapkan hari sidang pada tanggal 18 April 2022.

Menurut Yudi, permohonan Praperadilan harus diperiksa dan diputus secara cepat, sesuai dengan Pasal 82 Ayat 1 KUHP, menerangkan bahwa hakim harus segera menjatuhkan putusan paling lambat 7 hari setelah perkara diperiksa.

“Penetapan hari sidang rentan waktunya sangat lama jika dihitung sejak permohonan Pra Peradilan dimohonkan dan diregister. Ini juga menjadi pertanyaan bagi kami,” ujar Yudi.

Melihat kejanggalan itu, Jumadi melalui Yudi Krismen membuat laporan dugaan pelanggaran terhadap asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan Perkara Pra Peradilan di PN Pekanbaru Nomor : 2/Pid.Pra/2022/PN Pbr tanggal 30 Maret 2022 dengan cara bersurat kepada Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia.

“Kami juga sudah menyurati Ketua PN Pekanbaru Kelas IA. Surat itu terkait permohonan mengganti hakim praperadilan perkara penetapan klien kami Jumadi. Semoga upaya hukum untuk mendapatkan keadilan bagi klien kami ini bisa ditegakkan dengan sebenar-benarnya,” tutup Yudi.

Terpisah, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Pol Teddy Ristiawan saat dikonfirmasi mengatakan, kalau perkara ini sudah ditangani dengan profesional, dan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

“Ini sudah kita tangani sesuai aturan. Mereka juga sudah mengajukan praperadilan, biar nanti di uji saat sidang praperadilan,” jawab Teddy kepada GoRiau, Senin (3/4/2022).

Menurut Teddy, perkara ini juga sudah sejak lama dilakukan mediasi antara Pelapor dan Terlapor, namun tidak menemukan titik temu.

“Cuman karena memang pihak Jumadi tidak kooperatif, dan tidak mau menyelesaikan kewajiban, ya akhirnya seperti itu. Karena tidak ada titik temu akhirnya lanjut ke proses. Kalau tidak dilanjutkan kita juga yang kena,” tandasnya.

Teddy juga menanggapi terkait laporan di Mabes Polri, menurutnya itu adalah hal biasa, penasehat hukum Jumadi yang melaporkan penyidik ke Mabes Polri.

“Ya memang tugas nya penasehat hukum seperti itu,” tutupnya. ***