JAKARTA -- Sekolah negeri tidak dibolehkan memaksa atau melarang penggunaan atribut keagamaan pada seragam guru dan murid.

Ketentuan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah.

Dikutip dari Republika.co.id, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan keputusan ini dibuat berdasarkan sejumlah pertimbangan. Ia menuturkan, pertimbangan tersebut yakni sekolah berfungsi untuk membangun wawasan sikap dan karakter peserta didik memelihara persatuan bangsa. Seragam yang digunakan di sekolah adalah salah satu perwujudan dari toleransi beragama.

''Keputusan bersama ini mengatur secara spesifik sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Sekolah negeri adalah sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk semua masyarakat Indonesia dengan agama apa pun, etnisitas apapun, dengan diversifitas apapun,'' kata Nadiem, dalam telekonferensi, Rabu (3/2).

Dituturkan Nadiem, dalam SKB ini, para murid serta orang tua dan guru tenaga kependidikan adalah pihak yang berhak memilih penggunaan seragam. Baik itu seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau dengan kekhususan agama. Pihak selain individu tersebut tidak diperkenankan membuat peraturan yang memaksa penggunaan atau pelarangan terhadap atribut keagamaan.

Nadiem menjelaskan, kunci yang ditekankan dalam SKB ini adalah hak untuk memakai atribut keagamaan itu adalah milik individu guru, murid, atau orang tua yang bersangkutan. ''Bukan keputusan daripada sekolahnya,'' kata dia.

Kemendikbud memberikan waktu kepada pemerintah daerah dan kepala sekolah untuk mencabut semua aturan yang mewajibkan atau melarang seragam atribut keagamaan sesegera mungkin.

Nadiem menegaskan, waktu yang diberikan kepada pemerintah daerah dan sekolah untuk mencabut peraturan tersebut adalah paling lama 30 hari sejak SKB tersebut diterbitkan.

Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, lanjutnya, maka ada beberapa sanksi yang bisa diberikan kepada pihak yang melanggar. Ia mencontohkan pemerintah daerah bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah atau pendidik, gubernur bisa memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota, dan seterusnya.

Sementara itu, Kemenag akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan memberikan pertimbangan untuk pemberian sanksi.

''Jadi ada sanksi yang jelas kepada pihak yang melanggar SKB 3 kementerian ini,'' kata Nadiem menegaskan.

Menurutnya, yang terpenting dalam pelaksanaan SKB ini, masyarakat harus terlibat, baik orang tua, murid dan guru. Ia pun mengatakan, jika masyarakat melihat terjadi intoleransi di lingkungan sekolah maka langsung melaporkan ke Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kemendikbud.

SKB ini berlaku di seluruh sekolah negeri, kecuali di Provinsi Aceh.

''Para peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan perundang-undangan Aceh,'' kata Nadiem.***