PEKANBARU - Provinsi Riau menempati peringkat kelima sebagai daerah yang lahan terbakarnya cukup luas di Indonesia. Di mana pada posisi pertama ditempati oleh Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Barat (Kalbar), Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kalimantan Selatan (Kalsel).

Demikian disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Doni Monardo saat membacakan data karhutla berdasarkan data SiPongi.

"Ini data berdasarkan lahan hutan terbakar yang terluas, Riau urutan kelima. Tetapi kalau berdasarkan lahan gambut yang terluas terbakar, Riau menepati peringkat kedua setelah Kalteng yang luasnya lebih dari 53.000 hektar," kata Doni saat menjadi narasumber pada kuliah umum dengan tema solusi permanen bencana asap di Universitas Riau (Unri), Selasa (5/11/2019).

Kendati demikian, ia juga tidak memungkiri bahwa lahan gambut di Riau berbeda dengan gambut di daerah lain. Jika di daerah lain hanya memiliki kedalaman sekitar satu meter dan dua menter. Di Riau kedalaman lahan gambut bisa mencapai kedalaman 36 meter.

Menurutnya ketika gambut kering lantas terbakar, maka tidak ada satupun kekuatan yang bisa memadamkan secara total oleh manusia.

"Kita sudah menggunakan teknologi modifikasi hujan buatan, dan hujan buatan pun sangat tergantung dengan jumlah awan. Jadi jika jumlah awannya kurang dari 70 persen, pasti hujan buatannya gagal. Kerugian negara cukup besar, menggunakan pesawat, bahan bakar pesawat, membayar para ahli, kemudian melempar garam dan sebagainya, gagal. Karena awannya tidak sampai 70 persen," ungkapnya.

Kemudian lanjut Doni, untuk pemadaman dengan menggunakan helikopter water bombing pun tidak akan maksimal, apabila yang terbakar sudah mencapai kedalaman dua meter.

Untuk itu, Doni menyarankan solusi yang tepat untuk mengatasi karhutla kedepannya ialah dengan berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan, khususnya masyarakat.

"Solusinya harus permanen, tidak bisa melibatkan hanya satu komponen saja. Tidak mungkin bisa dikerjakan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah saja. Ini tidak mungkin, harus melibatkan banyak masyarakat," tutupnya.***