JAKARTA - Dihadapan Civitas Akademica Universitas Surabaya (Ubaya), Pimpinan Badan Pengkajian MPR Agun Gunandjar Sudarsa mengingatkan, sejak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berubah, maka secara otomatis kedudukan dan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat juga berubah.

"Saat ini, MPR tidak lagi memiliki fungsi dan kewenangan seperti sebelum dilakukan perubahan UUD NRI Tahun 1945.

Dulu, sebelum UUD 1945 mengalami perubahan, fungsi dan kewenangan MPR sangat kuat," ujarnya, Rabu (5/2/2020).

Karena saat itu kata Dia, MPR menjadi pelaksana kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat. Begitu kuatnya, sampai-sampai MPR bisa dengan mudah melantik dan menurunkan presiden.

Tetapi, setelah UUD 1945 mengalami perubahan, MPR tidak sekuat sebelumnya.

"Pasal 1 ayat 2 UUD NRI Tahun 1945 berbunyi 'Kedaulatan berada di tangan rakyat' dan ini dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Sekarang, kedaulatan rakyat dilaksanakan sesuai UUD, bukan dilaksanakan oleh MPR. Karena itu, praktis MPR sudah mengalami perubahan yang signifikan, dan tidak sama dengan MPR, seperti saat UUD pertama kali dibuat," kata Agun Gunandjar Sudarsa menambahkan.

Sejak pemilihan presiden dilakukan secara langsung mulai tahun 1999, kata Agun, MPR mendapat banyak masukan masyarakat, terutama yang khawatir kekuasaan presiden dilakukan secara tak terbatas. Pasalnya, presiden tidak lagi memiliki pengawas, seperti yang dulu dilakukan MPR.

Sedangkan UUD yang menjadi guide bagi presiden dalam melaksanakan pembangunan, tidak mengandung pasal-pasal yang detail. Dikhawatirkan, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya presiden malah melanggar UUD.

"Karena itu MPR melalui badan pengkajian tengah memikirkan pentingnya pokok-pokok haluan negara. Ini penting agar pembangunan yang dilaksanakan pemerintah bisa berkelanjutan, mulai dari pusat hingga daerah," pungkasnya.***