JAKARTA - Abel Fernando, warga RT 008/RW 002, Desa Kajowair, Kecamatan Hewokloang, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, akhirnya menyampaikan permohonan maaf setelah unggahannya di media sosial dianggap merugikan pihak Persit Kartika Candra Kirana Cabang XIV Kodim 1603 Sikka.

Akibat unggahannya itu pula, Abel sempat dijemput oleh seorang Babinsa dan ditempatkan di Kantor Kodim Sikka, beberapa waktu lalu.Belum didapat informasi terkait kondisi terkini persoalan antara Abel dengan Persatuan Istri Tentara itu. Tapi, Koordinator TPDI dan Advokat PERADI, Petrus Selestinus, menyayangkan ada 'penjemputan' terhadap Abel jika hanya karena unggahan di media sosial.Pasalnya, menurut Petrus, unggahan Abel masih tergolong sebuah kritik dan tidak masuk kualifikasi pencemaran nama baik."Bahwa kemudian karena kritik tersebut ada pihak yang tidak terima, maka seharusnya diklarifikasi dengan tetap mengedepankan hukum adat dan budaya setempat atau Hukum Acara yang berlaku, bukan dengan pemaksaan dan pengekangan di Kantor Kodim," kata Petrus dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/11/2019).Pemjemputan Abel oleh Babinsa, dinilai Petrus sebagai sebuah tindakan yang berpotensi melanggar HAM. Katanya, "jika karena sebuah kritik membangun saja Abel Fernando sudah dihujani dengan penjemputan paksa pada malam hari oleh seorang Babinsa secara tanpa hak dan wewenang yang tentu saja melanggar hukum, kemudian mengekang kemerdekaan Abel di Kantor Kodim 1603 Sikka dan diteruskan ke Polres Sikka, maka ini merupakan ancaman serius terhadap kebebasan berekspresi yang dijamin oleh UU dan justeru inilah yang merupakan pelanggaran HAM yang dilakukan sebuah Institusi atau Organisasi, ".Semakin amat disayangkan, kata Petrus, karena Abel 'dijemput paksa' lantaran bersoal dengan entitas yang didirikan dengan cita-cita yang sangat mulia yaitu untuk mengamalkan Pancasila sekaligus membina istri para Prajurit, "tetapi menolak dikritik dengan sikap yang arogan,".Pasca penjemputan Abel ini, Petrus berharap, warga Sikka tak menjadi paranoid untuk mengunggah hal-hal yang bersifat kritik di media sosial.Tapi Warganet Sikka juga meski 'engeh' dengan aturan perundangan yang berlaku. UU No. 11 Tahun 2016 Tentang ITE, memang memuat beberapa larangan, dan mesti diindahkan.Larangan tersebut, Petrus memaparkan, terkait dengan "perbuatan yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukan untuk menimbulkan rasa kebencian, permusuhan berdasarkan SARA, yang bermuatan melanggar kesusilaan, perjudian, pencemaran nama baik, pemerasan dan lain-lain, yang dapat diakses ke media Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik,".Warganet, khususnya warganet Sikka, harus berhatu-hati karena larangan tersebut mengancam pelanggarnya dengan pidana 6 tahun penjara, "dan ada yang 4 tahun penjara,".***