PEKANBARU - Usai berhasil meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sejumlah sektor pada tahun 2020 lalu, Komisi III DPRD Riau membidangi pendapatan terus melakukan terobosan-terobosan baru dalam menggali potensi pendapatan.

Kali ini, Komisi III mendalami potensi pendapatan dari Gedung Sumatera Promotion Center (SPC) yang berada di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Gedung tersebut dibangun pada tahun 2003 lalu, dan sampai saat ini masih beroperasi dibawah pengelolaan PT Sembilan Satu Satu (SSS).

Ketua Komisi III, Husaimi Hamidi menjelaskan, gedung tersebut merupakan aset Riau yang mana dibangun menggunakan APBD Riau sebanyak Rp 50 Milyar, diluar tanah. Saat ini, nilai aset gedung mencapai Rp 200 Milyar.

"52 persen kepemilikannya ada di Pemprov Riau karena pembangunan pakai uang kita, untuk Kota Madya Batam dapat 6 persen, dan otoritas Batam dapat 40 persen lebih," ujar Politisi PPP ini kepada GoRiau.com, Selasa (16/3/2021).

Diceritakan Legislator Dapil Rokan Hilir ini, dibawah pengelolaan SSS, Riau dapat royalti sekitar 20 persen dengan nilai besaran Rp 1,4 Milyar untuk royalti pendapatan di tahun 2020, namun uang belum diterima karena DPRD Riau meminta dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan (BPK) Perwakilan Kepri terlebih dahulu.

"Kita tahan dulu uangnya, karena kita mau lihat laporan audit, kita mau minta audit 2007-2020. Karena laporan audit yang dikasih baru pada tahun 2011-2017, kita butuh laporan sejak awal dikelola oleh SSS," terangnya.

Dalam pertemuan beberapa hari yang lalu, Husaimi bersama jajaran komisi III mengajak serta pihak-pihak terkait, mulai dari Asisten II, Asisten III, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Biro Hukum dan lainnya.

"Saya minta izin langsung ke Pak Gubernur untuk membawa jajarannya, Alhamdulillah dikasih bahkan Inspektorat juga ikut. Disana kita diskusi dengan pihak terkait di Pemko Batam," tuturnya.

"Ini upaya komisi III mencari duit, sebenarnya ini bukanlah kewenangan kami, tapi kerja eksekutif, tapi kita tidak bsia diam saja, makanya kita ambilalih pekerjaan ini. Di pertemuan kemarin, langsung ada keputusan karena saya membawa semua pihak yang berkaitan dengan gedung ini,' supaya satu pertemuan tidak saling melempar-lempar lagi," katanya lagi.

Dijelaskan dia, pada Februari 2020 lalu sebenarnya sudah ada kesepakatan untuk dilakukan audit, tapi karena pandemi Covid-19, audit ditunda. Sekarang, audit akan dilanjutkan dalam masa kerja dua bulan.

Pihak SSS, ujar Husaimi, sempat menyebut bahwa ada kekeliruan dalam kontrak tersebut, namun Husaimi mempertanyakan kenapa SSS tetap mengelola gedung tersebut. Makanya, Komisi III tetap melanjutkan audit ini.

Audit ini, sambungnya, juga akan menjadi pertimbangan dalam perpanjangan kontrak kerja dengan pihak pengelola pada tanggal 28 Maret 2022 nanti. Selama ini royalti dari gedung ini memang didapatkan oleh Pemprov Riau, namun Husaimi menyebut pembagian royalti tidak jelas dasarnya atau sesuka hati pihak pengelola saja.

"Ada, tapi tak akurat datanya, artinya suka-suka dia saja. Di kontrak itu, setiap bulan pengelola wajib melaporkan laporan keuangan ke BP Batam, mereka memang pernah mengirim surat ke Pemprov untuk menghitung ke akuntan, tapi tak dibalas Pemprov, makanya mereka menghitung sendiri, kita sesalkan juga kelalaian Pemprov ini," terangnya.

Husaimi mengakui bahwa ada ajakan supaya gedung ini dihibahkan saja dengan skema Government to Government (G to G), namun Husaimi menegaskan bahwa pihaknya menolak keras ajakan ini.

"Tidak ada, itu aset yang sangat potensial, pada tahun 2003, ada Rp 50 Milyar uang rakyat yang terpakai, kalau dikonversikan ke tahun 2021 ini, sudah ratusan milyar nilainya," imbuhnya. ***