PEKANBARU - Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menyesalkan tanggapan miring sejumlah orang terhadap keinginan LAMR yang ingin ikut mengelola Blok Rokan. Yang diantaranya, ada yang menilai LAMR tidak tepat untuk mengelola bisnis semacam ladang minyak.

Menyikapi hal itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (Ketum DPH) LAMR, Datuk Seri Syahril Abubakar mengatakan, bahwa LAMR memang tidak bisa berbisnis, tetapi bisa membentuk badan usaha milik adat (BUMA).

"Sama halnya dengan pemerintah baik pusat maupun daerah, tidak bisa berbisnis, sehingga harus membentuk badan usaha milik negara atau daerah," kata Datuk Syahril di Pekanbaru, Rabu (6/11/2019).

Kemudian soal finansial, teknologi dan sumber daya manusia (SDM), Syahril juga menegaskan BUMA sudah memilikinya.

"Semua sudah siap, baru kami melangkah. Semuanya harus melalui prosedur dan BUMA punya tawaran untuk itu yang harus dibuktikan. Bukan belum apa-apa sudah mau dijegal," kata Syahril lagi.

Di samping itu, ia menegaskan, bahwa LAMR juga tidak pernah menghalangi Pemprov Riau untuk mendapatkan participant interet (PI) 10 persen.

"LAMR tidak berniat bersaing dengan Pemprov kerena itu untuk Riau juga. Yang kita kejar adalah peluang bisnis to bisnisnya dalam rentang 39 persen. Silakan hidupkan lampu tuan-tuan, tapi jangan matikan lampu orang lain. Jika benar-benar tokoh Melayu, dukung orang Melayu ini maju, silakan bawa perusahaan Tuan-tuan, kita siap bersaing secara fair," kata Datuk Seri Syahril.

Sebagai lembaga adat, LAMR tidak bisa hanya berkutat pada tepuk tepung tawar, pernikahan, dan gelar. Tapi adat berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Makanya ada hak adat, hukum adat, hutan-tanah adat.

"Keinginan mengelola Blok Rokan itu merupakan wujud LAMR membela hak adat," kata Datuk Seri Syahril.

Jangan Terulang Lagi

Ia mencontohkan, sebagian besar lokasi Blok Rokan berhubungan dengan hutan-tanah adat. Selama ini, status tersebut tidak diperhatikan, sehingga pengelolaan Blok Rokan sebelumnya kurang membawa dampak positif bagi masyarakat adat. "LAMR tak mau hal itu terulang lagi, sehingga LAMR harus memperjuangkannya dengan segala daya termasuk perundingan di jalan," katanya.

Datuk Seri Syahril menjelaskan, pada periode pertama, Presiden Joko Widodo, memisahkan antara tanah negara dengan tanah adat. Ini antara lain yang menyebabkan LAMR memberi gelar kepadanya sebagai Datuk Seri Setia Amanah Negara.

Berkaitan dengan Blok Rokan, LAMR telah memperjuangkannya sejak Agustus 2018. Wakil Menteri ESDM, Arcanda Tahar, menyambut baik keinginan LAMR itu dalam pertemuan 14 Agustus 2018. Ini ditegaskan pula oleh Presiden Joko Widodo saat menerima gelar LAMR, 15 Desember 2018. Terbaru dalam rapat dengan Kemenko Maritim, 3 Oktober 2019, LAMR dinilai wajar menginginkan pengelolaan Blok Rokan. SKK Migas malah menilai biasa kalau perusahaan bermitra untuk ini.

"Jadi, penyelenggara negara di Jakarta, tak ada masalah dengan keinginan LAMR itu. Tapi ngapo lak sejumlah orang di Riau mengade-ngade," tandas Datuk Seri Syahril dalam dialek Riau pesisir. (rls)