PADA bulan Ramadhan tahun 2021 lalu, Taaliah Hajra Camilo sudah mencoba melaksanakan ibadah puasa, padahal saat itu Taaliah belum memeluk Islam. Taaliah baru mantap mengucapkan dua kalimat syahadat atau mualaf pada 16 November 2021, saat berusia 20 tahun.

Dikutip dari TribunStyle.com yang melansir dari mStar pada Ahad, 26 Juni 2022, Taaliah mengaku lahir dan besar di lingkungan mayoritas beragama Kristen. Namun, sejak kecil wanita berparas cantik ini sudah meyakini hanya ada satu Tuhan.

GoRiau Adik Taaliah Hajra Camilo meng
Adik Taaliah Hajra Camilo mengikuti jejak kakaknya menjadi Muslimah. (mStar.com/ tribunstyle.com)

''Waktu masih kecil, ayah dan ibu antar saya ke Seventh Day Adventist School (SDA). Saya masih muda tapi saya sadar bahwa kita cuma punya satu Tuhan. Semakin dewasa, saya tetap teguh dengan kepercayaan itu walaupun tinggal di lingkungan yang mayoritas beragama Kristen,'' ungkap Taaliah.

Taaliah mengenang masa kecilnya yang lain. Ia mengaku sempat termenung memperhatikan bintang dan bulan.

''Pernah ada satu malam, saya termenung melihat bintang dan bulan. Saya sadar bahwa saya terlalu terikat dengan dunia ini dan hidup berdasarkan apa yang saya percaya. Saya kemudian tanya pada diri sendiri, bagaimana cinta tapi hati tak gembira? Setelah itu saya dapat jawaban bahwa saya rindu rasa cinta dari Allah,'' lanjutnya.

Pada 16 November 2021, ia mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Ustaz Aleem Muhammad Said M Tungcaling di Mindanao State University, Marawi City, Filipina. Taaliah bersyahadat setelah mencoba melaksanakan puasa Ramadhan beberapa bulan sebelumnya.

Tak hanya memutuskan menjadi Muslimah, Taaliah juga memutuskan untuk memakai hijab. Ia pun menangis haru saat resmi menjadi seorang Muslimah.

''Saya rasa lebih aman dan dihormati kalau berhijab. Ketika pertama kali mengucap kalimat syahadat saya menangis karena ada satu perasaan campur aduk yang tak bisa diungkapkan,'' beber Taaliah.

Taaliah mengaku perjalanan spiritualnya tidak dipengaruhi oleh siapa pun. Hanya ia sendiri yang merasakan.

Taaliah bersyukur orangtuanya berpikiran cukup terbuka sehingga menghargai keputusannya.

''Permulaan saya mengenal Islam tidak dipengaruhi siapapun. Perjalanan ini hanya saya yang tahu. Sebelum pindah keyakinan, ayah dan ibu sadar sadar saya mempunyai keyakinan berbeda tapi mereka sangat menghormati dan tidak pernah marah atau tidak setuju dengan keputusan saya,'' papar Taaliah.

Hidup bersama keluarga yang bukan Muslim memang cukup sulit pada awalnya, namun Taaliah bersyukur mereka paham dan menghormati.

Pada momen Hari Raya Idul Fitri, Taaliah merayakannya secara sederhana. Ia hanya menunaikan Salat Id di pagi hari bersama temannya.

''Pada awalnya tinggal serumah dengan keluarga yang non Muslim agak sulit. Tapi mereka paham tentang saya jadi makanan haram tidak boleh ada di rumah kami. Teman Muslim saya memberitahu bahwa bulan puasa adalah bulan yang agak menantang. Saya pun mencoba berpuasa sebagai orang Islam tahun ini. Saya tidak merayakan Hari Raya seperti umat Islam lain, hanya tunaikan Salat di pagi hari dengan teman,'' tambahnya.

Siapa sangka, keputusan Taaliah menjadi mualaf ternyata diikuti sang adik.

''Setelah itu adik saya juga memeluk agama Islam, dia tertarik dengan apa yang saya lakukan,'' kata Taaliah.

Hidup sebagai minoritas di sebuah negara tentu bukan hal yang mudah. Namun hal itu bukan menjadi penghalang bagi Taaliah untuk bangga menjadi seorang Muslimah.***