JAKARTA -- Peristiwa kerusuhan di Jakarta tahun 1998 membuat Bernadette Irene trauma dan tidak suka dengan umat Islam. Sebab, dia menyaksikan sendiri orang-orang yang mengaku Islam melakukan kekerasan terhadap orang-orang China.

Dikutip dari Republika.co.id, Bernadette Irene yang kini berusia 39 tahun, menceritakan, dia menyaksikan langsung sekelompok orang menghancurkan berbagai bangunan milik orang China. Saat itu semakin mencekam karena dia pun tinggal di kompleks pemukiman yang dihuni mayoritas China, di Tanjung Duren.  

''Beberapa Tionghoa Muslim harus memasang papan nama atau spanduk yang bertuliskan 'kami China Muslim,' agar terhindar dari pengrusakan,'' ujar dia, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika.  

Apalagi saat itu ada beberapa oknum yang berceramah secara terang-terangan di masjid menyebar kebencian terhadap orang Tionghoa dan non-Muslim. Inilah yang membuatnya semakin tidak suka kepada umat Islam. 

Irene pun semakin merasa takut saat mereka beraksi untuk melalukan pengrusakan dengan meneriakkan takbir. Tak hanya itu, Irene, juga pernah bekerja di Bali di saat Bom Bali terjadi, dan itu dilakukan oknum yang juga mengatasnamakan Islam. 

Di sisi lain, Irene sejak kecil merupakan penganut Kristen yang taat, bahkan dia juga bersekolah untuk menjadi pendeta. 

Namun, karena penyakit bipolar yang dideritanya, Irene memutuskan tak melanjutkan sekolahnya dan fokus untuk penyembuhan penyakitnya. Dia pun memilih untuk melanjutkan pendidikan biasa dengan jurusan bahasa Inggris dan bekerja di Bali.  

Meski telah bekerja, bipolar yang dideritanya tak kunjung sembuh. Ditambah lagi dia harus mengalami permasalahan rumah tangga dan harus berpisah dengan suaminya. 

Setelah satu hingga dua tahun bekerja di Bali, wanita keturunan Tionghoa ini memutuskan pindah ke Solo. Dia melakukannya karena ayahnya sakit dan kritis. Sehingga dia dan orang tuanya pun menetap di daerah tersebut untuk menjalani perawatan.  

Irene mencari pekerjaan di Solo, berbeda dengan tempat lamanya bekerja. Di sinilah titik balik baginya, karena pandangan tentang Islam berubah.

Irene kemudian mulai tertarik untuk mempelajari Islam. Dia menonton video Zakir Naik, dan mendengar keajaiban-keajaiban tentang Islam. Irene juga membeli beberapa buku sejarah yang ringan.  

''Saya menemukan buku kisah Rasulullah dalam buku besutan Tasaro GK. Membacanya mengalirkan sensasi luar biasa yang menggetarkan saya dari ujung kepala hingga kaki,'' tutur dia. 

Dia begitu takjub dengan kisah para sahabat Nabi, seperti Umar bin Khatab. Dia yang dikenal dengan sikapnya yang keras setelah mendengar ayat suci Alquran hatinya melembut.  

Dia juga memiliki kebiasaan menutup mata dan berdoa sebelum membalik halaman Alkitab secara acak, memohon agar ditunjukkan-Nya ayat yang Tuhan tujukan persis untuk dia, yang sesuai dengan kebutuhan atau apa yang sedang dia hadapi pada saat itu. 

Sebelum dia memutuskan untuk meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang hak, agama yang benar dan diterima di sisi Allah, dia pun melakukan hal yang sama. 

Bedanya kali ini dia memohon kepada Allah lewat sebuah Alquran. Ketiga surat inilah yang membuatnya mantap bersyahadat.

Pertama, surat Al-Maidah ayat 110 tentang Ruhul Kudus. Ayat ini begitu membuatnya tercengang, Roh Kudus yang bagi umat Kristiani dipercaya sebagai satu dari tritunggal Allah, suara batin manusia, yang tadinya pikir hanya ada di kitab Nasrani saja. Dan ayat ini juga begitu gamblang menjelaskan kedudukan Yesus (Nabi Isa) dalam Islam. 

Kedua, surat Ali Imran ayat 3, tentang Alquran diturunkan untuk membenarkan kitab-kitab sebelumnya, Taurat dan Injil.

Ketiga, surat Al-Ikhlas, yang dalam surat itu dikatakan bahwa Allah tidak beranak juga tidak diperanakkan.

Saat itu pada 2013, dia bertekad untuk memeluk Islam apalagi bertepatan dengan Ramadhan. Rekan-rekannya yang Muslim tentu menjalani puasa Ramadhan.  

Dia pun ikut belajar berpuasa dan shalat. Namun Irene mengurungkan niatnya untuk bersyahadat ketika Ramadhan. Dia khawatir apa yang dilakukan hanya terbawa suasana saja  

Setelah Ramadhan berakhir, ternyata keinginannya memeluk Islam semakin kuat. Pada Agustus 2013, Irene memutuskan untuk bersyahadat di Masjid Agung Solo.  

Karena sudah lama mempelajari Islam, Irene bersyukur ketika menjalani shalat setelah menjadi Muslim diberikan kemudahan. Dia pun langsung lancar membaca bacaan shalat dan gerakannya. Termasuk ketika berwudhu.    

Setelah memeluk Islam, tentu dia mendapat penolakan dari keluarga. Irene pun memutuskan untuk berhijrah dan bekerja di Bandung bersama anak pertamanya.***