PEKANBARU - Aktivis lingkungan dari Barisan Relawan Jaringan Perubahan (BARA-JP), Ir. Ganda Mora.M.Si mendesak penegakan hukum terhadap direktur PT Peputra Supra Jaya (PSJ), Sudiono segera dilakukan.

Menurutnya, lahan seluas 3.323 hektare milik PT PSJ itu telah ditetapkan, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018 tanggal 17 Desember 2018 atas gugatan PT NWR, melanggar pidana khusus perusakan dan alih fungsi hutan.

Oleh karena itu, seharusnya persoalan gugatan pidana yang dilakukan oleh PT NWR harus lebih mengutamakan kasus pidana, yaitu menangkap Direktur Perusahaan PT PSJ tersebut, yang bertanggung jawab atas penguasaan, pengusahaan dan merusak kawasan hutan dan alih fungsi menjadi perkebunan sawit.

"Setelah putusan MA, secara pidana menetapkan Sudiono secara sah melanggar pidana khusus, maka seharusnya pihak Kejaksaan Negeri Pelalawan harus segera mengeksekusi Sudiono dahulu, kemudian melangkah lebih lanjut eksekutif terhadap objek perkaranya," ujar Ganda, Rabu, (22/1/2020).

Ganda juga menyayangkan pihak PT PSJ yang mengkambing hitamkan masyarakat melalui koperasi, yang menurutmya seakan berlindung dibalik Koperasi Unit Desa (KUD). Hal ini membuat masyarakat ikut terseret masalah hukum dan terjadi konflik kepentingan antara dua perusahaan, antara PT NWR dan PSJ.

"Makanya kita mendorong agar lebih fokus ke pidana dengan gugatan PT NWR. Masalah petani atau masyarakat harus ada investigasi mendalam terkait keanggotaan KUD, apakah masyarakat persukuan atau karyawan disana," paparnya.

"Sebelumnya pihak PT PSJ memperoleh izin HGU seluas 5000 hektar, dan bekerjasama dengan masyarakat yang menguasai tanah Ulayat. Tetapi realisasinya pihak perusahaan membangun kebun diluas lahan tersebut untuk peruntukan perusahaan, dan dilahan plasma, perusahaan itu membangun kebun pola kemitraan di kawasan hutan produksi terbatas yang merupakan konsensi HPHTI PT NWR," terang Ganda yang juga merupakan Direktur Lembaga Independen Pembawa Suara Korupsi Kriminal Ekonomi (IPSPK3-RI).

Selain alih fungsi hutan, ia juga mengatakan bahwa PT PSJ telah merugikan negara terkait penebangan dan penggunaan kayu tegakan diatas lahan 3.320 hektar, yaitu pembayaran PSD/DR yang seharusnya disetor kepada negara. Namun, akibat menebang hutan secara ilegal, pembayaran tidak dilakukan.

"Maka sekali lagi saya minta agar putusan MA dapat dilaksanakan secepat mungkin dan menjadi contoh nyata yang tegas dalam penegakan hukum pelanggaran lingkungan di Riau," tandasnya.

Seperti berita sebelumnya, eksekusi lahan PT PSJ yang berada di Desa Pangkalan Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan sempat batal, karena dihalangi oleh ratusan masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani mitra PT PSJ.

Ahli hukum pidana Dr. Muhammad Nurul Huda, SH. MH mengatakan, seharusnya aksi penolakan eksekusi tidak terjadi, karena eksekusi tersebut adalah hal yang harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Selanjutnya Nurul Huda menegaskan, hal tersebut merupakan tindakan yang tidak baik, karena Indonesia adalah negara hukum maka sudah selayaknya masyarakat patuh dan tunduk pada mekanisme hukum yang telah ada, jika hal itu terus berlanjut maka akan ada konsekuensi hukum yang harus diterima bagi orang yang tidak taat hukum.

"Jangan lupa ada ancaman pidana bagi pihak-pihak yang menghalangi eksekusi putusan pengadilan, itu bisa dipenjara satu tahun atau empat bulan, hal ini tertuang dalam pasal 212 atau 216 KUHPidana," tutup Dosen Pascasarjana UIR itu.***