BANGKINANG - Pemerintah Kabupaten Kampar, Riau menggesa pembangunan jalur (jalan) interpretasi yang menghubungkan 9 (sembilan) desa di Kecamatan Kampar Kiri Hulu. Kini pengerjaan jalur tersebut sudah dimulai.

Untuk memastikan pembangunan jalur itu sesuai dengan rencana, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono didampingi Camat Kampar Kiri Hulu Dasril, Kasubbid Infrastruktur dan Pertanahan Bappeda Kampar Zaki Helmi turun ke lokasi rencana pembangunan jalur interpretasi tersebut, Jumat (13/9/19).

Rombongan menyusuri sungai Subayang dan melihat beberapa titik rencana pembangunan jalur interpretasi tersebut. Turut mendampingi rombongan, beberapa orang kepala desa yaitu, Kepala Desa Pangkalan Serai Usman, Kades Terusan Ismail, Kades Aur Kuning Damri. Rombongan sempat dijamu makan siang oleh Kades Aur Kuning Damri usai sholat Jumat di Masjid Baiturrahman.

Proses pengerjaan jalan dengan menggunakan alat berat sebelumnya telah dimulai di Desa Tanjung Belit, namun sempat dihentikan sementara untuk memastikan pengerjaan tersebut berada di luar kawasan Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Baling. Setelah rombongan Kepala BBKSDA Riau turun kelapangan, maka dipastikan titik pengerjaan yang di Tanjung Belit berada diluar kawasan SM Bukit Rimbang Baling. Untuk itu pengerjaan akan dilanjutkan.

Ruas jalur ini direncanakan sepanjang 36 km dengan lebar 1,5 meter. 28 km diantaranya melalui kawasan SM Bukit Rimbang Baling. Pengerjaan jalan di dalam kawasan akan dilakukan dengan sistem manual.

Pembangunan jalan interpretasi ini sudah mendapat ijin dari pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia.

Jalur interpretasi ini menghubungkan 9 desa yakni, desa Tanjung Belit, Muara Bio, Batu Sanggan, Tanjung Beringin, Gajah Betalut, Aur Kuning, Terusan, Subayang Jaya dan Pangkalan Serai.

Camat Kampar Kiri Hulu Dasril menyampaikan bahwa masyarakat Kampar Kiri Hulu merasa bersyukur dengan dibangunnya jalur interpretasi. "Ini impian masyarakat sejak lama yang belum terwujud. Ketika mendapat ijin dan akan dibangun saat ini, mereka merasa seperti mimpi menjadi kenyataan," ujarnya.

Kepala BBKSDA Riau Suharyono menyampaikan bahwa dukungan masyarakat sangat berarti dalam mewujudkan jalur interpretasi ini. Setelah jalan ini terwujud maka akan dibangun instalasi listrik. "Mari kita dukung pembangunan ini, jangan ada konflik ditengah masyarakat karena isu-isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," ujarnya.

Sementara itu Kasubbid Infrastruktur dan Pertanahan Bappeda Kabupaten Kampar Zaki Helmi menyampaikan bahwa pembangunan jalur interpretasi ini digesa sehingga masyarakat segera mendapat akses jalur darat. "Bukti keseriusan kita membangun, hari ini Kepala BBKSDA Riau turun bersama Camat, Bappeda dan pihak terkait kelokasi rencana pembangunan jalur interpretasi," ujar Zaki.

Disampaikan Zaki bahwa pembangunan jalur ini membutuhkan dana yang cukup besar karena dijalur ini juga akan dibangun 38 unit jembatan. Direncanakan pembangunan jalur ini tuntas tahun 2022. Pembangunan jalur ini selain didanai oleh APBD Kabupaten Kampar juga akan didukung oleh APBN, dana desa dan diharapkan juga dari Provinsi Riau.

Pemerintah Provinsi juga berkepentingan dengan jalur interpretasi ini seperti untuk pengembangan pariwisata alam, karena SM Bukit Rimbang Baling adalah the heart (jantungnya) pulau Sumatera yang menjadi rumah bagi beragam spesies fauna yang dilindungi dan terancam punah seperti Harimau Sumatera, Tapir dan sebagainya. "Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling ini juga layak dijadikan Taman Nasional," ujar Zaki.

Kepala Desa Pangkalan Serai Usman, Kades Terusan Ismail, Kades Aur Kuning Damri kepada wartawan menyampaikan bahwa mereka sangat mendambakan terwujudnya jalur interpretasi ini. Selama ini mereka menggunakan transportasi air yang sangat tergantung kondisi permukaan air sungai Subayang.

Kalau musim kemarau air dangkal sehingga waktu tempuh cukup lama. Kalau banjir beresiko perahu karam (kecelakaan) karena arus deras. Disaat air dangkal waktu perjalanan dari Pangkalan Serai ke desa Gema atau desa Tanjung Belit memakan waktu 4 jam. Kalau jalur interpretasi ini selesai diperkirakan hanya memakan waktu 45 menit atau 1 jam sejauh 36 Km.

"Selain itu dengan menggunakan transportasi air saat ini biaya cukup mahal. Ongkos dari Gema (ibu kecamatan) ke Pangkalan Serai (desa terjauh) sebesar Rp.50.000/orang. Sedangkan ongkos barang Rp. 1000/kg. Artinya bila harga semen di desa Gema Rp. 60.000/sak maka di Pangkalan Serai menjadi Rp. 60.000 ditambah Rp. 50.000 ongkos perahu ditambah Rp.10.000 ongkos muat. Maka harganya menjadi Rp. 120.000/sak di Pangkalan Serai," kata Usman. ***