TEMBILAHAN - Menindaklanjuti keinginan massa aksi dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang melakukan aksi di Dinas Kesehatan Inhil, Senin (7/1/2019), Dinas Kesehatan Inhil telah menurunkan tim pencari fakta yang beranggotakan 8 orang untuk turun langsung ke Puskes Tembilahan Hulu.

Didampingi Kepala Dinas Kesehatan Inhil, Zainal Arifin, Selasa (8/1/2019) tim pencari fakta pun memulai menelusuri bagaimana kejadian yang menyebabkan pasien atas nama Rosma Dewi yang menurut massa aksi dari GMNI tidak terlayani dengan baik dan mengkonsumsi obat yang menyebabkan ia harus dilarikan ke RSUD Puri Husada Tembilahan. 

Pertama-tama, tim pencari fakta mencari informasi ke loket pendaftaran. Dari loket tersebut, mereka menanyakan perihal kejadian dan didapatlah keterangan bahwasanya saat itu keadaan puskesmas sedang ramai karena banyak pasien yang datang, termasuk Rosma Dewi yaitu pasien penderita tuberkolosis (TB).

Menurut keterangan petugas loket, Rosma Dewi merupakan pasien rutin setiap bulannya, ternyata menurut petugas saat itu memang tidak ada menanyakan golongan darah, kemudian setelah dari loket data dimasukan ke aplikasi simpus (sistem informasi Puskesmas).

"Petugas loket pendaftaran kemudian menyerahkan pasien ke pemegang program TB dan menyerahkan medical record(MR) kepada pemegang program, kemudian pasien tersebut diantar kepemegang program TB," jelas Ketua Tim Pencari Fakta, Sobowo Radianto kepada GoRiau.com, Rabu (9/1/2019). 

Selanjutnya pemegang program TB melakukan komunikasi kepada pasien terkait dengan penyakit TB yang diderita pasien. Keterangan dari pemegang program TB bahwa pasien telah selesai minum obat program TB yaitu Obat Anti TB (OAT) selama 8 bulan secara rutin. Pemegang program menyerahkan MR kepada dokter dan juga menyampaikan keluhan-keluhan pasien diantaranya terjadinya batuk darah kepada dokter.

Dokter pun menyampaikan bahwa sudah mendapatkan penjelasan keadaan pasien dari pemegang program bahwa pasien ini penderita TB dan obat program TB sudah distop.

"Pasien sudah dari tahun 2017 minum obat katagori II secara rutin/tidak mangkir tetapi tanpa efek samping (mual/muntah tidak ada), sebenarnya ada kejanggalan apakah obat tersebut diminum atau tidak. Program menjelaskan keluhan Pasien batuk darah dan Dokter juga memberikan penjelasan kepada pasien bahwa batuk darah ini wajar karena pembuluh darah sudah rapuh sehingga mudah pendarahan," tambah Subowo.

Dokter pun memberikan resep obat anti pendarahan yaitu Asam traneksamat 2x2 tertulis di Simpus Asam mefenamat, Kotri forte 960mg 2x2 karena habis diberikan penggantinya Infantri 400mg 2x2, Vit C 3x1.

Setelah membaca resep di Simpus online, petugas apotek memberikan obat Asam mefenamat 1x1 danKotrimoxasol forte 900 mg 1x1. Petugas pun memberikan penjelasan sesuai program PIO (Pemberian Informasi Obat).

"Seharusnya minta tanda tangan setelah diberikan penjelasan. Sehubungan untuk laporan ke Dinas minta 10 sampel maka pasien atas nama tersebut telah diberikan penjelasan tetapi tidak dimintakan tanda tangan. Obat diberikan pukul 10.33 WIB jika ada masalah akan memberikan efek samping kepada pasien 30-60 menit," lanjutnya.

Dari hasil penyelidikan di Puskesmas Tembilahan Hulu itu, dikatakan Subowo kesimpulannya adalah Puskesmas Tembilahan Hulu telah melaksanakan pelayanan sesuai urutan pelayanan dan penjelasan kepada pasien sudah dilaksanakan oleh pemegang program dan dokter.

"Sementara kesalahan obat asam mefenamat terkait dengan input data dari simpus dan pasien meminta rujukan ke Puskesmas Gajah Mada sehingga perlu dikrosscek ke Puskesmas Gajah Mada, waktu dan proses pelayanan di Puskesmas Gajah Mada serta juga kita akan melakukan kroscek ke RSUD Puri Husada Tembilahan, karena pasien akhirnya dirawat di RSUD," terang Subowo. ***