PEKANBARU -- Ada sejumlah perkara yang diharamkan bagi wanita yang sedang mengalami haid (menstruasi) atau nifas (darah yang keluar dari rahim setelah proses melahirkan).

Dikutip dari Republika.co.id, Abdul Qadir Muhammad Manshur dalam bukunya, Panduan Sholat  An-Nisaa Menurut Empat Mazhab, terbitan Republika Penerbit menyatakan, setidaknya ada lima perkara yang diharamkan bagi perempuan haid atau nifas. 

Pertama, memasuki masjid

Ibnu Umar dalam Majma'uz Zawaid meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepada Aisyah: 

''Ulurkanlah alas shalat  dari masjid kepadaku.'' Aisyah pun berkata: ''Sesungguhnya aku sedang haid.'' Kemudian Rasulullah pun bertanya: ''Apakah haidmu ada di tangan?'' Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan berstatus sahih.  

Para fuqaha dalam al-Masusu'ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyyah bersepakat bahwa haram bagi perempuan yang sedang haid tinggal di dalam masjid. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW berbunyi:

''Aku tidak menghalalkan masjid bagi perempuan yang sedang haid dan orang yang sedang junub.''

Abdul Qadir Muhammad Manshur menyebut dalam kitabnya, jika iktikaf atau berdiam diri di masjid termasuk dihukumi haram. Meski demikian, para fuqaha bersepakat bahwa boleh bagi perempuan tersebut untuk melewati masjid tanpa tinggal, dalam kondisi darurat dan ketika ada uzur.  

Landasan argumentasi ini berdasar qiyas pada orang yang sedang junub. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah An Nisa 43 berbunyi: 

''Dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar melewati jalan saja.''

Dalam kondisi darurat, para ulama dari Mazhab Hanafi berpendapat bahwa sebaiknya yang bersangkutan bertayamum terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam masjid. Sedangkan para ulama dari Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat, haram baginya memasuki masjid secara mutlak, baik untuk tinggal maupun untuk lewat. 

Kedua, membaca Alquran

Para ulama berbeda pendapat mengenai larangan ini. Jumhur ulama dari Mazhab Hanafi, Syafii, dan Hanbali mengharamkan untuk membaca Alquran. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam hadits riwayat Tirmidzi berbunyi: 

''Perempuan yang sedang haid dan yang sedang junub tidak boleh membaca sesuatu dari Alquran.''

Adapun para ulama memerincikannya perkara ini berdasarkan argumentasinya masing-masing. 

Ulama dari kalangan Mazhab Hanafi berpendapat, haram bagi wanita haid dan nifas membaca Alquran meskipun kurang dari satu ayat. Namun, apabila yang bersangkutan tidak bermaksud membaca tapi hanya bermaksud memuji atau berzikir, hal itu tidak dipermasalahkan. Misalnya, membaca Al Fatihah yang kerap diasosiasikan sebagai sebuah surat yang menjadi bagian dari doa.

Para ulama dari Mazhab Imam Syafii berpendapat, haram bagi perempuan yang sedang haid membaca Alquran. Meskipun hanya sebagian dari ayat, seperti satu huruf. Hal tersebut dinilai mengurangi penghormatan baik dia bermaksud maupun tidak.

Ketiga, menyentuh dan membawa mushaf

Secara umum, para fuqaha bersepakat bahwa haram bagi perempuan yang sedang haid menyentuh mushaf. Hal ini ditegaskan berdasarkan dalil Alquran, Allah SWT berfirman dalam surah al-Waqiah 79 yang artinya: 

''Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.''

Rasulullah SAW juga pernah berkata dalam hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abu Bakar bin Amru bin Hazm yang mendapatkannya dari kakeknya. Dalam redaksinya, Rasulullah berkata: 

''Tidak ada yang menyentuh Alquran kecuali orang yang suci.''

Namun, para ulama dari Mazhab Maliki mengecualikan guru dan murid. Keduanya boleh menyentuh mushaf Alquran. 

Keempat dan kelima, puasa dan shalat

Haram bagi perempuan yang sedang haid dan nifas melaksanakan puasa dan shalat. Para ulama bersepakat bahwa perempuan yang haid dan nifas wajib mengqadha (mengganti usai suci) puasa dan tidak perlu mengqadha shalat . 

Dua hal ini mendapatkan perlakuan berbeda karena penyamaan hukum keduanya akan menjatuhkan perempuan ke dalam lubang kesusahan dan kesempitan. Oleh karena itu, hukum taklif keduanya dibedakan. Adapun ini adalah tanda diberikannya kemudahan dan kelonggaran serta simbol dihilangkannya kesusahan.***