JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menyangka Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi Annas Maamun. Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut penanganan perkara mantan Gubernur Riau itu terlampau panjang dan cukup kompleks.

Febri menuturkan Annas didakwa secara kumulatif dengan tiga dakwaan yang dua diantaranya berkaitan dengan sektor kehutanan. "Kami cukup kaget ketika mendengar Informasi pemberian grasi terhadap Annas Maamun yang justru terlibat dalam sejumlah perkara korupsi yang ditangani KPK," ujar Febri saat dikonfirmasi, Selasa (26/11).

Meski demikian Febri menegaskan KPK tetap menghormati keputusan Presiden Jokowi memberikan grasi kepada Annas. Dia bilang KPK akan mempelajari surat pemberian grasi sebelum mengeksekusinya.

"KPK akan mempelajari surat yang dikirim oleh Lapas Sukamiskin tersebut," kata juru bicara KPK Febri.

Febri menjelaskan KPK menerima surat dari Lapas Sukamiskin yang meminta agar komisi antirasuah melakukan eksekusi dan menjalankan Kepres No. 23/G Tahun 2019 tanggal 25 Oktober 2019 tentang pemberian grasi terhadap Annas Maamun.

Sementara itu, Kepala Bagian Humas Direktoran Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM Ade Kusmanto menerangkan permohonan grasi terhadap Annas berdasar alasan kemanusiaan.

Ade menjelaskan terpidana saat ini mengidap berbagai penyakit seperti PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia dan sesak nafas sehingga membutuhkan pemakaian oksigen setiap hari.

"Pertimbangannya adalah berusia di atas 70 tahun, saat ini yang bersangkutan usia 78 tahun dan menderita sakit berkepanjangan," kata Ade saat dikonfirmasi.

Mantan Gubernur Riau Annas Maamun mendapat pengurangan hukuman selama satu tahun alias grasi dari Presiden Joko Widodo. Grasi itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 23/G Tahun 2019 tertanggal 25 Oktober 2019.

"Bahwa grasi yang diberikan presiden berupa pengurangan jumlah pidana dari pidana penjara 7 (tujuh) tahun menjadi pidana penjara selama 6 (enam) tahun," kata Ade saat dikonfirmasi, Selasa (26/11).

Dalam hal ini, kata Ade, pengurangan hukuman tidak termasuk bagi denda Rp200 juta yang dikenakan terhadap Annas.

Berdasarkan catatan Direktorat Pemasyarakatan (Ditjen PAS), lanjut Ade, grasi ini membuat eks Gubernur Riau itu akan dibebaskan tahun depan, tepatnya 3 Oktober 2020. Selain itu, Ade juga sudah membayarkan denda terhitung sejak 11 Juli 2016 lalu.

Annas sendiri dalam kasusnya menerima tiga tuntutan dari jaksa KPK. Pertama, Annas didakwa menerima suap USD166,100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut terkait kepentingan memasukan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 hektare di tiga kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

KIedua, menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.

Ketiga, Annas didakwa menerima suap Rp3 milyar dari janji Rp8 milyar dari Surya Darmadi melalui Suheri Terta untuk kepentingan memasukkan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT. Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.***