JAKARTA - Berdasarkan catatan dari Central Buget Analysis (CBA), Pihak Kemenpar memiliki program promosi Wonderful Indonesia di beberapa negara. Diketahui program tersebut menghabiskan anggaran sebesar Rp223,5 miliar lebih.

Uang ratusan miliar tersebut dihabiskan untuk Mega Proyek bernama "branding pariwisata di luar negeri" yang dilaksanakan sebanyak 29 kali di 19 negara dan satu kawasan (timur tengah).

"Seperti yang sudah kami katakan sebelumnya, ternyata Mega Proyek tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kunjungan wisatawan asing ke Indoneisa. Anggaran itu sia-sia saja," ujar Koordinator CBA Jajang Nurjaman, Jumat (23/6/2017).

Menurutnya, jumlah pengunjung wisatawan asing di tahun 2016 misalnya hanya mencapai 11,5 juta orang, jauh melenceng dari jumlah yang ditargetkan sebanyak 12 juta wisatawan asing.

Hal tersebut tentunya bukan tanpa sebab, salah satu sebab gagalnya pemenuhan target tersebut, menurut Center for Budget Analysis adalah adanya dugaan penyelewengan yang dilakukan oknum Kemenpar dalam mega proyek branding pariwisata di luar negeri.

Berikut penjelasan CBA terkait adanya dugaan penyelewengan anggaran tersebut.

Pertama, dari 29 proyek branding pariwisata di luar negeri, ternyata dimenangkan oleh beberapa perusahaan saja. Tercatat ada 8 perusahaan yang memenangkan lebih dari satu proyek branding pariwisata di luar negeri Kemenpar.

Misalnya PT. Dinasty Harjo Mukti yang beralamat di Wisma BSG Lantai 7, Jl. Abdul Muis No. 40 Kel. Petojo Selatan, Kec. Gambir, Jakarta Pusat. Perusahaan ini memenangkan tujuh proyek branding pariwisata yang dilaksanakan di Belanda, Malaysia, Australia, Jerman, Amerika, UEA, dan Singapura.

Total nilai kontrak untuk tujuh proyek tersebut sebesar Rp64.752.000.000. "Hal ini sangat mencurigakan karena pihak Kemenpar selalu memenangkan PT. Dinasty Harjo Mukti dan mengesampingkan perusahaan lainnya," tegasnya.

Kedua lanjut dia, ada dugaan persaingan tidak sehat dalam proyek branding pariwisata di luar negeri. Dari 29 Proyek yang dilaksanakan 16 diantaranya berpotensi merugikan negara.

Hal tersebut selain karena pihak Kemenpar selalu memenangkan perusahaan tertentu sekalipun harga tawaran perusahaan tersebut kelewat mahal dan tidak masuk akal.

"Contohnya, dalam proyek Publikasi Branding Pariwisata Indonesia Melalui Media Ruang Internasional Pasar Jerman. Kemenpar memenangkan PT. Dinasty Harjo Mukti dengan nilai kontrak sebesar Rp 8.539.000.000. Angka tersebut kelewat mahal jika dibandingkan tawaran PT. Havas Arena Indonesia senilai Rp6.490.000.000, begitupun dengan 15 proyek lainnya," beber Jajang.

"Akibat kedua hal diatas, dalam proyek branding pariwisata di luar negeri yang dilaksanakan Kemenpar antara tahun 2016 dan 2017 ditemukan potensi kebocoran uang negara sebesar Rp27.934.966.532, sekali lagi tepuk tangan untuk prestasi Arief Yahya," pungkasnya. ***