PEKANBARU - Pasca-viral, tiba-tiba saja "Negeri di Atas Awan" di Gunung Luhur Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten ditutup sementara.

Bahkan khusus membahas kondisi tersebut, seperti dilaporkan bantenhits, Polres Lebak sampai menggelar rapat koordinasi lintas sektoral di aula Mapolres Lebak, yang dihadiri pula unsur Pemkab Lebak. Disepakati beberapa poin, salah satunya untuk melakukan penutupan sementara destinasi wisata Negeri di Atas Awan tersebut, selama perbaikan infrastruktur dan fasilitas penunjang lainnya berlangsung.

Sebenarnya, Negeri di Atas Awan Gunung Luhur ini tidak viral secara tiba-tiba, namun melalui berbagai proses, dari mulai ditemukan secara tidak sengaja karena terdapat proyek pembangunan jalan provinsi Banten Citorek – Warungbanten, Cibeber, Lebak, kemudian dipromosikan lewat status medsos pengelola dan para pengunjung, bahkan tak kurang Bupati dan Wakil Bupati Lebak juga berkunjung merasakan indahnya Negeri di Atas Awan, disusul kemudian Gubernur Banten juga sempat mendatangi, sehingga semakin menambah dikenal luas.

Magnet Negeri di Atas Awan seolah menjadi fenomena baru. Tak kurang dari 15 ribu pengunjung diperkirakan mendatangi destinasi wisata ini pada Minggu (22/9) yang lalu, padahal kapasitas lahan disebut pengelola hanya cukup untuk sekitar 1.500 orang. Kepadatan di Gunung Luhur pada Minggu itu tidak terhindarkan. Kemacetan akibat padatnya kendaraan roda empat dan dua terjadi hingga 7 kilometer panjangnya.

Kondisi geografis Kabupaten Lebak Provinsi Banten, dengan kontur berbukit dan hutan menjadi anugerah bagi masyarakat Lebak. Hal yang patut disyukuri, bukan hanya sekadar menjadi sumber air dan oksigen, hutan dan perbukitannya juga memiliki pesona luar biasa yang menarik wisatawan. Memiliki beberapa destinasi wisata alam yang ramai dikunjungi, di antaranya hutan pinus, air terjun atau curug, pemandian air panas alam, pantai, dan panorama pegunungan.

Untuk destinasi wisata pegunungan yang saat ini sedang menjadi primadona, hingga menyedot perhatian wisatawan, salah satunya adalah Negeri di Atas Awan Gunung Luhur. Lokasinya masih berada di dalam kawasan Hutan Lindung, Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Akses menuju wisata alam ini dapat ditempuh dari Kecamatan Cipanas dan Desa Warung Banten, Kecamatan Cibeber. Bagi pengendara mobil pribadi, dari Rangkasbitung bisa mengambil rute Cipanas-Lebak Gedong-Citorek hingga Gunung Luhur sejauh 70 km.

Dalam satu kesempatan, Plt Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Lebak Imam Rismahayadin menuturkan, pembangunan dan penataan fasilitas pendukung destinasi Negeri di Atas Awan harus dipercepat untuk memberikan kenyamanan pada wisatawan. Kemacetan yang baru bisa terurai setelah enam jam upaya penertiban lalu lintas, menurutnya, menjadi tanda bahwa sumber daya manusia (SDM) di sana masih belum mampu menampung wisatawan dalam jumlah besar. Serta, yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah SDM-nya belum mampu mengatasi kecepatan kunjungan wisatawan yang besar.

Harapannya, ke depan bisa dibangun fasilitas penunjang seperti lahan parkir untuk wisatawan. Berkaca seperti halnya destinasi wisata Gunung Bromo yang ada di Malang, agar ada kantong parkir di kaki Gunung Luhur supaya tidak terjadi penumpukan kendaraan di lokasi tersebut seperti yang terjadi sebelumnya. Kemacetan sampai panjang seperti itu ke depan semoga tidak terjadi kembali dan dapat diantisipasi dengan cepat, jangan sampai wisatawan pulang kecewa.

Menurut Kepala Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber sebenarnya berkembangnya pariwisata Gunung Luhur membawa dampak positif terhadap masyarakat di sekitar tempat wisata tersebut. Saat ini tengah digarap Pemerintah Provinsi Banten dan Pemerintah Kabupaten Lebak. Harapannya, objek wisata ini dapat menjadi wadah yang meningkatkan taraf hidup penduduk setempat. Warga sekitar bisa berjualan berbagai jenis makanan, minuman, suvenir, dan kayu untuk membuat perapian agar tetap hangat. Mengingat, suhu udara di Gunung Luhur cukup dingin.

Tidak hanya itu, warga juga menyewakan tenda kepada wisatawan yang ingin bermalam di Gunung Luhur. Apalagi, momen terbaik untuk menikmati pemandangan gumpalan asap putih yang menutupi lembah dan hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak yaitu di pagi hari mulai pukul 5.30–8.00 WIB. Lebih dari 30 masyarakat Citorek Kidul berjualan makanan dan minuman di lokasi tersebut. Mereka dengan ramah melayani para pengunjung yang ingin menikmati keindahan Negeri di Atas Awan di atas bukit Gunung Luhur. Tidak hanya pedagang, pemerintah desa dan karang taruna juga memberdayakan belasan masyarakat untuk menjadi juru parkir, penjaga toilet, keamanan, dan penjaga loket.

Dampak ekonomi dari keberadaan destinasi wisata ini telah dirasakan masyarakat. Bahkan, sebagian hasil tiket, parkir, sewa tenda, dan penghasilan lainnya digunakan untuk pengembangan lokasi wisata serta pendapatan asli desa (PADes). Ke depan, pengelola diharapkan terus melakukan pembenahan dan penataan, dari mulai jumlah toilet yang harus ditambah, penginapan atau homestay serta lahan untuk perkemahan. Tujuannya, agar pengunjung yang datang ke Citorek Kidul merasa nyaman, dan memutuskan akan datang kembali ke Gunung luhur bersama keluarga dan rekan-rekannya.

Pengembangan destinasi wisata di Gunung Luhur tentunya sejalan dengan visi Bupati Iti Octavia Jayabaya, yakni menjadikan Lebak sebagai destinasi wisata unggulan nasional berbasis potensi lokal. Visi Bupati dan Wakil Bupati 2019–2024 tersebut menjadi motivasi bagi pemerintah desa untuk menjadikan Gunung Luhur sebagai destinasi wisata unggulan nasional. Apalagi, destinasi wisata ini dinilai tidak kalah indahnya dengan "negeri di atas awan" di daerah lain yang telah populer terlebih dahulu.

Dalam hal penanganan kualitas pengelola destinasi wisata, Dispar telah membentuk kelembagaan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Serta membangun kesepahaman dengan pihak Taman Nasional Gunung Halimun Salak yang berwenang atas lahan tersebut untuk pengelolaan objek wisata ini.

Pemkab Lebak tengah mengajukan sebagian wilayahnya menjadi Geopark Nasional. Termasuk di dalamnya terdapat Gunung Luhur yang dijuluki Negeri di Atas Awan tersebut. Bupati Iti Octavia mengatakan, geopark tersebut bernama Bayah Dome, di mana wilayahnya meliputi pesisir Pantai Sawarna di selatan Kabupaten Lebak hingga ke kawasan utara yang terdapat kekayaan alam berupa batu kalimaya. Di dalam wilayah geopark terdapat sejumlah tempat wisata mulai dari laut, air terjun, geosite, budaya kasepuhan hingga yang terbaru Negeri di Atas Awan Gunung Luhur.

Semua itu nanti akan terintegrasi dengan konsep pariwisata ecotourism, jadi bagaimana hutan akan tetap terjaga tapi masyarakat tetap bisa mendapatkan nilai ekonomi. Sebagian besar objek wisata di dalam Geopark Bayah Dome berada di dalam Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Artinya, perlu izin khusus untuk mengelola pariwisata tersebut lantaran termasuk dalam zona rimba dan konservasi. Namun, khusus untuk Gunung Luhur, pemkab sudah melakukan MoU dengan Kementerian LHK dan pihak taman nasional, dan mendapatkan izin pengelolaan kawasan menyusul direvisinya status zona rimba menjadi zona pemanfaatan.

Proses untuk penetapan Geopark Bayah Dome saat ini masih bergulir. Pemkab Lebak menargetkan, paling cepat tahun ini Bayah Dome termasuk Gunung Luhur bisa ditetapkan sebagai Geopark Nasional. Melihat peluang tersebut, menurut Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Banten Ir. Eneng Nurcahyati, selain pemandangannya yang sangat cantik, Dispar Banten nantinya akan memfasilitasi kearifan lokal masyarakat yang bisa dikembangkan dan ditampilkan, agar dapat menunjang pendapatan warga sekitar. Harapannya, ketika ada wisatawan setelah melihat awan, sebelum mereka pulang bisa menikmati musik dan kuliner tradisional yang ada di Citorek, seperti kopi Citorek, keseniannya juga ada angklung Buhun dari Suku Baduy, minum jahe hangat, bisa minum sirup aren, atau makan-makanan khas lokal.

Ketua Harian Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Banten Ashok Kumar mengatakan, fenomena objek wisata Negeri di Atas Awan yang belakangan menjadi viral di media sosial harus ditangkap secara cepat oleh pemerintah daerah, baik Pemkab Lebak maupun Pemprov Banten. Jika selama ini sering kita kenal 3A (atraksi, amenitas, dan aksesibilitas). Tetapi yang terjadi itu, Negeri di Atas Awan sudah mendahului. Harapannya, pemerintah daerah bersegera melakukan pembenahan, fokus memoles Negeri di Atas Awan supaya terus menarik wisatawan berkunjung.

Menurut Ashok, tanpa harus mengeluarkan cost yang besar, pemerintah daerah sudah diuntungkan dengan berbondong-bondongnya wisatawan yang datang. Oleh karena itu, tinggal bagaimana akses jalan menuju ke kawasan tersebut segera bisa dibangun.

Sedangkan pelaku dan pemerhati pariwisata M. Arif Kirdiat mengatakan, viralnya objek wisata Negeri di Atas Awan adalah momentum menaikkan citra bahwa pariwisata bagi Banten adalah tumpuan dan harapan bagi ekonomi masa depan masyarakat. Sudah selayaknya pembangunan pariwisata harus integral dan memiliki konsep yang jelas bukan lagi sekadar penghamburan anggaran dengan kegiatan yang tidak dapat diukur keberhasilannya. Menurut Arif, Wisata Gunung Luhur merupakan atraksi wisata khusus yang memang agak susah diprediksi.

Keberadaan awan hanya bisa dinikmati sesaat setelah subuh mulai jam 5 saat matahari akan muncul sunrise hingga sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Cuaca juga sangat mempengaruhi, jika hujan pada malam hari di sekitar Citorek, maka dipastikan akan sulit mendapat awan yang menggantung di bawah kaki gunung.

Kebayang jika tempo hari banyak umpatan via sosial media yang menyatakan kekecewaannya tidak bisa melihat Negeri Diatas Awan. Jika ada puluhan ribu pengunjung dalam satu waktu dan semua seperti anak ayam kehilangan induk, maka satu sama lain saling terheran-heran mencari awan padahal posisi mereka masih di bawah kaki bukit tertahan antrian panjang kendaraan dan sesaknya pengunjung. Padahal untuk dapat menikmati Negeri di Atas Awan minimal harus berada di posisi peninjauan yang lokasinya di atas bukit serta masuk dalam rentang waktu terbaik saat sunrise.

Kekecewaan pengunjung juga banyak umpatan yang terus mencari ayunan dan spot foto seperti dalam beberapa video hoax yang beredar. Hal yang sama seperti wisatawan datang ke Sawarna saat musim liburan. Banyak yang kecewa karena katanya, buat apa jauh-jauh datang kalau hanya untuk lihat pantai saja. Padahal sesungguhnya wisata di Sawarna bukan hanya pantai semata; ada banyak gua dan sejarah peninggalan Jepang dan Belanda mulai dari Tambang Sangko dan Makam Van Gough. Saran Arif Kirdiat, bersabar saja sambil menunggu perbaikan infrastruktur dan pahami cara terbaik menuju ke Negeri di Atas Awan.

Pembenahan harus segera dirampungkan dari berbagai sisi, dari mulai pelatihan pengelola SDM, dan tentunya dengan penambahan berbagai fasilitas untuk kenyamanan pengunjung. Jumlah pengunjung harus di atur dan dibatasi pula. Utamanya, jangan sampai keselamatan dan kenyamanan pengunjung dipertaruhkan untuk mengejar jumlah kunjungan. Sebagai pelajaran berharga, jangan sampai sibuk melakukan promosi, giliran para wisatawan datang membludak malah tidak terlayani. Kita kadang sibuk meminta rezeki, sementara giliran rezeki datang wadahnya tidak siap, sehingga akhirnya rencana berantakan teu puguh (kacau). ***