JAKARTA - Reformasi Mental yang digaungkan oleh pemerintah dinilai belum terlalu signifikan di daerah-daerah.

Hal tersebut tertuang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komite IV DPD RI bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (BPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro.

"Isu Reformasi Mental 'gaungnya' sampai ke pelosok, tol laut juga gaungnya sampai keluar negeri sehingga sampai bertanya-tanya. Namun faktanya sampai sekarang nyatanya belum terlalu signifikan pencapaiannya,' ucap Anggota Komite IV DPD RI Budiono di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (11/01).

Menurutnya, di daerah masih belum bisa dikatakan sebagian besar terasa Reformasi Mental. Bahkan, masih sebagian kecil yang mungkin bisa melakukan reformasi birokrasi itu. 'Kenyataan saat ini dari tahun ke tahun tidak banyak berubah,' tegas Budiono.

Budiono menilai Bangsa Indonesia sebenarnya berorientasi dengan kehutanan, peternakan, pertanian dan juga kelautan perikanan. Seharusnya pemerintah konsen kesana, sehingga bisa mensejahterakan rakyat.

'Jadi perlu tenaga-tenaga terampil yang professional termasuk para medis pun saya pikir juga kurang kompetitif juga. Masukan dari saya bagaimana mengalokasikan dana untuk melatih tenaga kerja Indonesia lebih terampil lebih kompetitif, bersertifikat, professional sehingga laku dijual dimana-mana," kata Budiono. Sementara itu, Wakil Ketua Komite IV DPD RI asal Provinsi Jawa Barat Ayi Hambali menjelaskan masalah konsitensi dari perencanaan ini, yaitu jangan sampai perencanaan ini di buat tetapi melaksanakannya tidak konsisten.

"Untuk menjaga konsistensi maka barangkali ini Undang-undang Bappenas yang harus kita usulkan agar Bappenas itu benar-benar menjadi leader dalam pembangunan," harapnya.

Dikesempatan yang sama, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan target pertumbuhan ekonomi ke depan akan terasa sulit. Apalagi pencapaian 1968 - 1979 saat ekonomi Indonesia tumbuh 7,5 persen per tahun. "Sekarang tumbuh 5 persen sudah bagus dan sulit mencapainya," tuturnya.

Bambang menilai Indonesia mengalami permasalahan struktural yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi. Misalnya produktivitas industri, khususnya manufaktur, dan tenaga kerja.

"Tantangan industri manufaktur ke depan ialah meningkatkan nilai tambah agar bisa mendorong daya saing. Hal ini bakal mendorong kemampuan produk dalam negeri untuk bersaing dengan produk negara lain di pasar ekspor. Untuk itu, ke depan pemerintah harus melanjutkan reformasi struktural untuk membangkitkan sektor manufaktur," pungkasnya.***