PEKANBARU - Satuan Tugas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Satgas Karhutla) Provinsi Riau mencatat sedikitnya 1.381 hektare lahan terbakar di Bumi Lancang Kuning sejak Januari hingga awal Agustus 2020 ini.

Wakil Komandan Satgas Karhulta Riau Edwar Sanger dalam webinar Kesiapan Riau Menghadapi Musim Kemarau yang diselenggarakan Selasa (4/8/2020), mengatakan, luas lahan terbakar itu menurun signifikan dibanding periode yang sama 2019 lalu, yakni seluas 4.733,57 hektare.

''Riau merupakan provinsi pertama di Indonesia yang menetapkan status siaga sejak 6 Februari 2020 dan akan berlangsung hingga 31 Oktober 2020 mendatang. Penetapan status siaga di awal tahun itu memberikan dampak signifikan dalam upaya pencegahan dan pengendalian Karhutla,'' kata Edwar dalam paparannya.

Edwar merincikan, ada lima kabupaten dan kota yang tercatat masih mengalami kebakaran cukup luas pada 2020 ini yakni Indragiri Hilir 451 hektare, Bengkalis 357 hektare, Siak 167 hektare, Kota Dumai 118 hektare dan Pelalawan 103,35 hektare.

Sementara sejumlah kabupaten kota lainnya menyumbang luas kebakaran bervariasi antara 2,5 hektare hingga 52 hektare. Dari 12 kabupaten dan kota di Riau, ia mengatakan hanya Kabupaten Kuantan Singingi yang tercatat masih bebas dari Karhutla.

Menurut Edwar, penetapan status siaga Karhutla di awal tahun merupakan langkah positif, terutama menyatukan sinergi antar institusi. Riau sendiri tercatat pernah mengalami kebakaran hebat pada 2015 silam dan terus berbenah tiap tahunnya.

Salah satunya, penetapan status siaga di awal tahun. Penetapan status siaga Karhutla kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Satgas melibatkan multi sektor. Mulai dari pemerintah pusat dan daerah, TNI, Polri, masyarakat hingga dunia usaha.

Selain penetapan siaga dan pembentukan Satgas Karhutla, Edwar mengatakan pemerintah provinsi Riau juga mengeluarkan 13 kebijakan strategis. Di antaranya adalah pemetaan daerah rawan Karhutla. Dia menyebut, tercatat 99 kecamatan dan 346 desa di Riau yang rawan Karhutla.

Kemudian, kebijakan lainnya adalah melibatkan perusahaan yang beroperasi di Riau untuk mencegah dan mengendalikan kebakaran.  Dia mengatakan dukungan seluruh sektor sangat penting dalam upaya menekan Karhutla demi mewujudkan Riau bebas asap.

Edwar meminta peran aktif perusahaan yang selama ini telah berkomitmen dalam membantu pemerintah untuk mengendalikan Karhutla untuk terus ditingkatkan. Seperti bantuan helikopter yang dilakukan oleh APP Sinar Mas, regu pemadam kebakaran dan peralatan penunjang.

Selain itu, ia mengatakan program pembinaan desa-desa di sekitar areal konsesi juga menjadi kunci penting Riau dalam menghadapi musim kemarau dan ancaman Karhutla.

''Dari dunia usaha seperti Sinar Mas, kita minta terus berpartisipasi aktif. Jadi biasanya mereka sudah menyiapkan perangkatnya, seperti pemadam kebakaran, helikopter dan sebagainya. Dan ini tentunya sebagai upaya pencegahan sejak dini. Terimakasih juga perusahaan sudah ada desa binaan. Ini sudah membantu pemerintah daerah,'' ujarnya.

Direktur Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Purwadi Soeprihatno menambahkan jika perusahaan konsesi saat ini tidak hanya fokus melindungi areal konsesi dari kebakaran. Ia mengatakan setiap perusahaan konsesi turut menjaga areal luar konsesi hingga radius lima kilometer. Untuk itu, ia menyebutkan perusahaan konsesi, terutama yang beroperasi di Riau telah menyiapkan strategi jitu dalam upaya pencegahan dan pengendalian.

Ia mencontohkan APP Sinar Mas memasang kamera pemantau yang mampu menjangkau radius hingga 12 kilometer. Keberadaan alat itu disinergikan dengan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia untuk menjaga areal baik di dalam maupun luar konsesi.

Selain itu, ia juga menyebutkan perusahaan konsesi kini turut mengedepankan sosial ekonomi masyarakat dalam upaya pencegahan kebakaran lahan. Seperti melalui program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang digulirkan oleh APP Sinar Mas. Dia menjelaskan program yang kini banyak diadopsi di berbagai provinsi rawan Karhutla tersebut secara garis besar merangkul masyarakat melalui program peningkatan ekonomi.

''Masalah ekonomi, sosial, kesenjangan masyarakat itu juga harus diselesaikan. Oleh karena itu program DMPA yang dilakukan oleh Sinarmas menjadi bagian penting dalam menyelesaikan persoalan di lapangan. Intinya bagaimana menerapkan masyarakat sebagai subjek dan memberdayakan mereka, kita berikan edukasi dan pendampingan kemudian ada nilai manfaat ekonomi yang mereka peroleh dari setiap kegiatan yang mereka lakukan,'' jelasnya.

Program DMPA sejatinya menjawab pernyataan akademisi Universitas Riau M Mardhiansyah yang mengatakan bahwa kebakaran lahan di Riau berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin rendah tingkat kesejahteraan, semakin tinggi pula potensi kebakaran.

''Kebakaran itu akan terjadi apabila tingkat ekonomi itu mengalami penurunan, itu memberikan gambaran kepada kita bahwa potensi kebakaran itu erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan masyrakat,'' tutur Mardhiansyah.

Untuk itu, ia menjelaskan perlunya strategi menghadapi musim kering dengan mensinergikan berbagai program yang telah dibentuk. Seperti Gerakan Jaga Kampung yang digagas oleh Polda Riau dan DMPA oleh APP Sinar Mas serta gerakan yang dilaksanakan oleh lembaga swadaya masyarakat.

''Artinya masyarakat pergi ke kebun, mengolah lahannya, itu diintegrasikan dengan kegiatan pengendalian Karhutla. Memanfaatkan lahan, kemudian mereka dengan sadar bahwa pencegahan itu untuk kebutuhannya dan  bukan sebuah keharusan,'' jelasnya.rls