PEKANBARU - Dalam industri migas (minyak bumi dan gas), teknologi menjadi pembeda. Penguasaan dan penerapan teknologi yang tepat akan mampu meningkatkan jumlah produksi secara efisien dan memperpanjang usia lapangan migas. Dan, semuanya demi Merah-Putih.

Menurut akademisi Teknik Perminyakan Universitas Islam Riau (UIR) Dr. Eng. Muslim, tahapan atau proses produksi migas terbagi tiga, yakni primary recovery, secondary recovery, dan tertiary recovery. Pada tahap primary recovery, produksi migas mengalir secara alamiah karena tekanan dari perut bumi masih besar, baik itu dibantu pompa maupun tidak.

Lama-kelamaan, secara alamiah tekanan dari perut bumi akan mengecil. Di sinilah mulai dibutuhkan intervensi teknologi untuk menjaga tingkat produksi. Di antaranya menggunakan pendorongan air (water flood) atau pendorongan gas (gas flood), di mana penerapannya bergantung karateristik dari masing-masing lapangan migas. Tahap ini disebut sebagai secondary recovery.

Seiring berjalannya waktu, penggunaan air atau gas bisa jadi tidak efektif lagi. Harus dicari teknologi yang lain lagi agar sisa cadangan minyak di perut bumi dapat diproduksi. Tahap berikutnya adalah di antaranya dengan menginjeksikan uap air (steam flood), polimer/surfaktan, gas yang larut dalam minyak, atau mikroba. Tanpa semua upaya tersebut, umur lapangan minyak bakal lebih pendek, tidak dapat berproduksi lagi.

Karena itu, perusahaan migas harus terus berinovasi untuk melakukan terobosan teknologi. Langkah tersebut merupakan cara untuk menjaga keunggulan kompetitifnya. Di Indonesia, perusahaan-perusahaan migas berperan sebagai kontraktor yang mengelola aset-aset negara dan beroperasi di bawah arahan dan pengawasan dari Pemerintah Indonesia, melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), selaku pemilik sumber daya migas.

Tahap secondary dan tertiary recovery sering disebut sebagai Enhanced Oil Recovery (EOR). "Untuk di Indonesia, perusahaan yang terdepan dan maksimal dalam penerapan teknologi perminyakan adalah Chevron. Di antaranya penerapan teknologi injeksi uap di Lapangan Duri pada 1980-an, yang merupakan salah satu proyek injeksi uap yang terbesar di dunia dan satu-satunya di Indonesia,” papar Muslim. https://www.goriau.com/assets/imgbank/25112019/1-okjpg-8503.jpgSelain di Minas, fasilitas Integrated Optimization Decission Support Center (IODSC) juga dibangun di Duri, Riau. (PT CPI for Antaranews)

Terdepan dalam penerapan teknologi

Lapangan Duri merupakan salah satu lapangan utama yang dikelola PT. Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) di wilayah kerja Rokan di Provinsi Riau. Berkat penerapan teknologi uap, jumlah minyak yang berhasil diangkat dari Lapangan Duri menjadi lima kali lebih banyak. Lapangan yang ditemukan pada 1941 ini pun mampu terus berproduksi hingga saat ini.

Sebelum penerapan injeksi uap, PT CPI juga terdepan dalam pengembangan teknologi injeksi air di lapangan besar lainnya, yakni Minas, pada 1970-an. Penerapan teknologi ini menjadikan Lapangan Minas sebagai salah satu tulang punggung produksi minyak nasional.

PT CPI terus berinovasi. Teknologi injeksi air kemudian dikembangkan menjadi injeksi air berpola pada 1990-an. Rata-rata enam sumur baru dibor dengan pola heksagonal di sekeliling satu sumur produksi. Sumur baru tersebut digunakan untuk menyuntikkan air agar tingkat perolehan minyak lebih optimal. Lapangan Minas pun berhasil mencapai produksi kumulatif 4 miliar barel pada tahun 1997.

"Injeksi air berpola itu merupakan salah satu teknologi yang sangat sukses di Indonesia. Hal tersebut merupakan langkah maju dibandingkan perusahaan lainnya yang menerapkan teknologi injeksi air. Chevron menjadi pionir," tutur Muslim yang juga Ketua Program Studi Teknologi Perminyakan UIR itu.

Dengan segala inovasi yang dilakukan, PT CPI berhasil memberikan kontribusi produksi kumulatif lebih dari 12 miliar barel untuk memenuhi kebutuhan energi dari perekonomian Indonesia yang terus berkembang. Tanpa inovasi dan teknologi, angka produksi kumulatif itu niscaya tidak akan tercapai.

Tidak hanya berinovasi dalam teknologi pengangkatan minyak, PT CPI juga melakukan terobosan untuk menjalankan operasi migas secara efisien. PT CPI menerapkan transformasi digital melalui pengadaan fasilitas Integrated Optimization Decision Support Center (IODSC), sebuah pusat optimisasi yang terintegrasi sehingga mendukung pengambilan keputusan operasional secara tepat dan cepat.

Fasilitas IODSC memanfaatkan teknologi dan kolaborasi lintas fungsi untuk mencapai optimalisasi nilai di seluruh elemen operasi hulu migas sehingga meningkatkan keselamatan, produktivitas, efisiensi energi, penghematan biaya, dan pengambilan keputusan. Di fasilitas ini, karyawan PT. CPI dari berbagai disiplin ilmu seperti insinyur perminyakan, fasilitas, pengeboran, operasional, penyusun rencana dan jadwal, analis teknis, profesional TI, dan lain-lain bekerja bersama di satu lokasi kantor terbuka. https://www.goriau.com/assets/imgbank/25112019/2-okjpg-8502.jpgTalenta lokal PT CPI yang siap mendukung teknologi dan operasi migas yang efektif. (PT CPI for Antaranews) Pengembangan SDM dan transfer pengetahuan

Dalam mengoperasikan aset-aset negara, PT CPI tentu harus didukung orang-orang yang berbakat dan berkinerja tinggi. Sekitar 98 persen karyawan PT CPI merupakan karyawan nasional, alias anak-anak negeri.

Salah satu strategi perusahaan adalah berinvestasi pada manusia. PT CPI meyakini bahwa dengan berinvestasi pada karyawan, hal itu akan memperkuat kemampuan organisasi dan sekaligus mengembangkan tenaga kerja global yang berbakat.

Sejumlah program pelatihan dan pengembangan manusia yang dijalankan PT CPI di antaranya:

• Horizons, sebuah program pengembangan karyawan berbasis kompetensi. Sasarannya adalah untuk mempercepat pengembangan karyawan dari sisi pengetahuan teknis dan perilaku kerja. Program ini ditujukan bagi karyawan lulusan perguruan tinggi dengan pengalaman kurang dari lima tahun.

• Career Development Assignment (CDA), di mana karyawan diharapkan tidak hanya menggali pengetahuan, keahlian, dan pengalaman sambil memperkuat profesionalisme dan transfer teknologi, tetapi juga berhadapan dengan lingkungan kerja global dari berbagai budaya serta membangun jaringan dengan professional berkaliber tinggi lainnya.

• Penugasan Internasional, hingga saat ini lebih dari 1.000 karyawan Indonesia pernah menjalani penugasan internasional untuk mendapatkan pengalaman bekerja di luar negara asal.

• Employee Self Development Program (ESDP), karyawan mendapatkan kesempatan untuk menambah kualifikasi mereka dengan menempuh pendidikan di tingkat yang lebih tinggi. Program ini bertujuan meningkatkan kemampuan organisasi dan memenuhi aspirasi karyawan untuk terus berkembang.

Tidak hanya di internal Perusahaan, PT CPI juga menjalankan program untuk pengembangan kapasitas staf pengajar dan mahasiswa berbagai perguruan tinggi terkemuka di Indonesia melalui University Partnership Program (UPP) dan University Relationship Program (URP). Program ini di antaranya mencakup kuliah tamu, seminar, kunjungan lapangan, dan publikasi jurnal.

"Program-program tersebut merupakan wujud komitmen perusahaan dalam turut mengembangkan kualitas sumber daya manusia Indonesia untuk mendukung terciptanya kinerja kelas dunia di industri perminyakan," kata Sonitha Poernomo selaku Manager Corporate Communications PT CPI.

Selama sekitar 95 tahun, PT CPI telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia yang tak terpisahkan. Diawali pengiriman ekspedisi geologi ke Pulau Sumatera pada 1924 oleh PT CPI, yang ketika itu masih bernama Standard Oil Company of California (Socal). Kegiatan produksi PT CPI turut menopang pendapatan negara dan perekonomian Indonesia yang terus tumbuh demi kesejahteraan masyarakat. ***

Berita ini sudah tayang di Antara Riau dengan judul: Chevron Pelopor Teknologi Perminyakan Indonesia