TEMBILAHAN - Bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada zaman penjajahan banyak tersebar di berbagai daerah di Indonesia, tak terkecuali di Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau.

Bangunan yang masih berdiri kokoh dan kental dengan nilai sejarah yakni Perpustakaan Enok.

Bangunan Unit Layanan Perpustakaan Kecamatan Enok ini merupakan bangunan berseharah yang menyimpan rekam jejak masa kependudukan Belanda di nusantara.

Di balik kesederhanaanya, siapa yang sangka jika bangunan dengan luas ± 21 m x 8,50 m dan luas lahan ± 26 m x 13,5 ini memiliki fungsi awal sebagai bangunan yang diperuntukkan oleh perwakilan Kolonial Belanda atau yang disebut Amir.

Menurut penuturan tokoh masyarakat setempat dan data kepengurusan perpustakaan, pada awalnya bangunan rumah yang sekarang digunakan sebagai perpustakaan ini merupakan rumah dinas bagi Amir di daerah Enok bernama Thaib yang dibangun pada tahun 1936.

Pemerintahan Amir di tanah Indragiri tidak terlepas dari perjanjian perdamaian dan persahabatan (tractaat Van Vrindchaap) antara Kolonial Belanda dan Kesultanan Indragiri yang dilakukan pada tanggal 24 September 1938.

Setelah perjanjian itu diresmikan maka Kesultanan Indragiri juga menjadi Zelfbestuur oleh pemerintahan Belanda.

Berdasarkan perjanjian tersebut, kolonial Belanda juga berhak memiliki seorang Controlleur (pengontrol) yang membawahi 6 daerah keamiran di wilayah Indragiri Hilir, antara lain, yaitu, Amir Tembilahan di Tembilahan, Amir Batang Tuaka di Sungai Luar, Amir Tempuling di Sungai Salak, Amir Mandah dan Gaung di Khairiah Mandah, Amir Enok di Enok dan Amir Reteh di Kotabaru.

Seorang Controlleur mempunyai wewenang terhadap apa saja yang terjadi di wilayahnya itu dan memegang wewenang semua jabatan.

Bahkan juga menjadi hakim di pengadilan wilayah ini sehingga Zelfbestuur Kerajaan Indragiri terus dipersempit sampai dengan masuknya Jepang tahun 1942.

“Daerah ini pada masanya merupakan jalur pelayaran dan perdagangan yang sangat strategis. Dari dahulu sampai sekarang daerah ini (enok) adalah salah satu daerah penghasil kopra di daerah Kabupaten Indragiri Hilir,” ungkap Raja Satria, seorang tokoh masyarakat Enok, Minggu (21/3/2011).

Menurut Raja Satria, bangunan perpustakaan ini juga pernah difungsikan sebagai kantor Camat Enok setelah Indonesia merdeka, hingga akhirnya sekitar tahun 2000-an digunakan oleh Unit Layanan Perpustakaan Kecamatan Enok.

“Rumah Dinas Amir Enok ini merupakan bangunan bertipe panggung yang secara keseluruhan beratap seng dan berbahan kayu. Pada bagian pondasi bangunan menggunakan tonggak dari coran semen,” ungkapnya.

Lebih lanjut Raja Satria menjelaskan, secara keseluruhan komponen bangunan yang masih asli terdapat pada sebagian dinding dan jendela.

Perubahan-perubahan juga terjadi pada komponen bangunan, antara lain sebagian jendela dan pintu yang sudah diganti dengan jendela kaca (nako).

“Secara struktur bangunan yang masih asli adalah atap (seng), sebagian jendela dan bak penampungan air yang terdapat di sisi timur bangunan. Rehab terhadap dinding, lantai dan perubahan beberapa jendela dilakukan sekitar tahun 1981 atau 1982,” paparnya.

Ditambahkan Raja Satria, sedangkan pada bagian atap bangunan berbentuk limas segi empat, pada sisi timur bangunan terdapat sebuah bak tertutup yang berfungsi sebagai tempat penampungan air yang masih asli berukuran T : 2,50 m Keliling : 9,80 m.

“Rumah berdenah segi empat dan berorientasi arah selatan (menghadap sungai Enok). Dahulunya sisi selatan ini terdapat pasar dan dermaga yang sekarang sudah tidak ada lagi akibat arus sungai Enok,” pungkasnya.

Untuk mencapai lokasi bangunan perpustakaan bersejarah ini, bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua dan speed boad dari Ibukota Kabupaten Inhil, Tembilahan.

Perjalanan dimulai dari Tembilahan dengan melakukan penyeberangan menggunakan speed boad selama sekitar 15 menit ke dermaga sekitar Kecamatan Enok.

Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan roda dua yang menempuh jarak 29 km atau dengan waktu tempuh 1 jam dengan melewati jalan desa.***