SELATPANJANG - Terkait belum dibayarkannya dana ADD selama 4 bulan, Bupati Kepulauan Meranti, Drs H Irwan MSi, meminta kepada kades jangan hanya bisa menuntut pencairan tapi juga harus membuat laporan pertanggungjawaban terhadap penggunaan dana Desa yang telah dicairkan sebelumnya.

Dijelaskan Irwan, bahwa hal itu disebabkan karena tidak disalurkannya Dana Bagi Hasil (DBH) Kepulauan Meranti oleh Kementrian Keuangan RI sehingga bagi kabupaten/kota yang memiliki anggaran pas-pasan seperti Kepulauan Meranti mengalami dampak yang besar.

"Bagi kabupaten kota yang memiliki anggaran besar mungkin tidak terlalu berpengaruh, tapi bagi kabupaten yang anggaranya pas-pasan seperti Kepulauan Meranti memberikan dampak yang besar. Dana yang tak disalurkan berjumlah 86 miliar dan ini tentu menganggu pembayaran dana ADD dan SKPD yang terlambat mengusulkan," jelas Bupati Irwan, pada pengambilan sumpah jabatan dan pelantikan pejabat struktural eselon II, III dan IV, Selasa (07/01/2020).

Untuk itu, Irwan meminta camat mengintruksikan kepada kades untuk membuat laporannya karena setiap anggaran ADD yang disalurkan harus dipertanggungjawabkan secara jelas.

"Saya minta camat untuk menyampaikan dan menekan kepada kades untuk membuat SPJ terhadap dana yang telah digunakan," ungkap Irwan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Seluruh kepala desa (kades) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau sepakat meliburkan semua aparatur pemerintahan desa dan menutup operasional kantor pada 2 Januari 2020 sampai dengan waktu yang tidak ditentukan.

Komitmen ini dibuat buntut dari tidak dibayarkannya gaji dari 96 kepala desa dan seluruh aparatur pemerintahan desa sebanyak empat bulan lamanya pada tahun 2019 ini. Hal itu akibat dari tidak tersalurnya alokasi dana desa (ADD) sebanyak 35 persen yang berkisar Rp230- Rp250 juta setiap desanya, dan didalamnya terdapat gaji kepala desa dan perangkat desa rata-rata mencapai Rp130 juta.

Sedangkan sistem pembayaran gaji kepala desa dan perangkat menjadi satu dengan pencairan ADD tersebut. Dan kepala desa harus kembali rela jika gajinya hangus dan tidak bisa dibayarkan.

Kemudian, menanggapi hal itu, Kepala desa (kades) yang menutup kantor desanya akan diberi sanksi oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bupati Kepulauan Meranti melalui Asisten I Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Syamsudin melalui surat edaran meminta kepada seluruh camat untuk memantau aktivitas operasional kantor desa disetiap kecamatan dan melaporkan kondisi tersebut kepada bupati melalui Bagian Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat daerah.

Hal itu sehubungan dengan adanya rencana penutupan seIuruh kantor desa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti oleh para kepala desa sebagai akibat dari tidak disalurkannya Alokasi Dana Desa (ADD) tahap II oleh pemerintah pusat, sehingga gaji para kepala sesa dan perangkat desa tidak dapat dibayarkan.

Dikatakan, bagi setiap desa yang tidak melakukan aktifitas pelayanan di kantor desa akan dilakukan pemeriksaan dan diberi sangsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Bagi yang masih menutup kantor desa dan pelayanannya hari ini, maka kepala desa akan kita panggil bersama dengan camatnya pada pekan depan," kata Syamsudin, Kamis (2/1/2020).

Dia menjelaskan, penutupan operasional kantor desa akan membuat pelayanan administrasi kepada masyarakat terganggu dan dapat merugikan kepentingan umum. Dan Hal ini bertentangan dengan pasal 26 ayat (4) Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa yang menyebutkan bahwa Kepala desa berkewajiban untuk menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik. Selain itu, berdasarkan pasal 29 Undang Undang yang sama, kepala desa dilarang merugikan kepentingan umum.

"Didalam undang- undang itu sangat jelas, jika mereka melanggar akan kita terapkan sangsi yang berlaku," ujarnya.

Sementara itu, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kepulauan Meranti telah meralat surat pernyataan mereka. Dimana awalnya sebanyak 95 kepala desa sepakat untuk menutup kantor.

Dari empat poin yang tertuang dalam pernyataan sikap tersebut, dua point di antaranya resmi diubah. Perubahan dilakukan berdasarkan pertimbangan yang mendasar, yakni kepentingan masyarakat desa yang ingin mengurus administrasi.***