PEKANBARU - Budidaya kepiting bakau berpotensi mendatangkan cuan di tengah-tengah pelemahan ekonomi pada masa pandemi.

Kepiting Bakau atau Scylla serrata merupakan salah satu sumber keragaman hayati, yang habitatnya ada di dalam hutan mangrove yang umumnya tumbuh serta berkembang pada kawasan pesisir.

Kepiting ini termasuk dalam golongan krustasea. Ia memiliki nilai protein tinggi, vitamin B, vitamin E, mangan, fosfor, yodium, zinc serta memiliki tingkat kolesterol yang cukup tinggi.

GoRiau
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, Mamun Murod mengatakan bahwa budidaya kepiting bakau telah ada di Dusun Sungai Bandung, Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Tanah Merah, Kabupaten Indragiri Hlir (Inhil), Riau.

"Di sana terdapat Kelompok Tani Hutan, yaitu KTH Mangrove Jaya dan KTH Mega Buana yang masyarakatnya mulai aktif dalam melakukan rehabilitasi di kawasan hutan dan areal bekas kebun kelapa yang hancur karena intrusi air laut," kata Murod di Pekanbaru, Minggu (23/1/2022).

Sampai dengan sekarang, lanjut Murod, KTH Mangrove Jaya dan Mega Buana melakukan rehabilitasi mangrove seluas 240 hektar.

Selain pelestarian mangrove dengan melakukan rehabilitasi mangrove, kata Murod, mereka juga melakukan penggemukan kepiting di beberapa spot kawasan tersebut.

"Tidak hanya itu saja, mereka juga melakukan inovasi olahan hasil hutan non-kayu (HHBK), misalnya terasi bubuk, sabun dari buah mangrove, abon dari seafood bakau dan masih banyak lagi," jelasnya.

Sehingga upaya-upaya rehabilitasi mangrove yang diselingi dengan budidaya kepiting dapat menghasilkan cuan.

"Ini mendatangkan penghasilan tersendiri bagi masyarakat. Apa lagi di zaman pandemi seperti saat ini, kami terus mendorong pemulihan ekonomi melalui program-program padat karya dan PEN," tukasnya.